Perkara perdata yang tidak dapat
diselesaikan secara kekeluargaan (damai), tidak boleh diselesaikan
dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting) tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan. Pihak yg merasa
dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan
untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan
menyampaikan gugatan terhadap pihak dirasa merugikan.
Perkara perdata ada 2 yaitu :
- Perkara contentiosa (gugatan) yaitu perkara yang di dalamnya terdapat sengketa 2 pihak atau lebih yang sering disebut dengan istilah gugatan perdata. Artinya ada konflik yang harus diselesaikan dan harus diputus pengadilan, apakah berakhir dengan kalah memang atau damai tergantung pada proses hukumnya. Misalnya sengketa hak milik, warisan, dll.
- Perkara voluntaria yaitu yang didalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan tapi hanya semata-mata untuk kepentingan pemohon dan bersifat sepihak (ex-parte). Disebut juga gugatan permohonan. Contoh meminta penetapan bagian masing-masing warisan, mengubah nama, pengangkatan anak, wali, pengampu, perbaikan akta catatan sipil, dll.
Menurut Yahya Harahap gugatan permohonan
(voluntair) adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk
permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan
kepada ketua pengadilan.
Ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata (for the benefit of one party only) :
- Benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon tentang sesuatu permasalahan perdata yang memerlukan kepastian hokum, isalnya permintaan izin dari pengadilan untuk melakukan tindakan tertentu.
- Apa yang dipermasalahkan pemohon tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan lain.
2. Permasalahan yang dimohon penyelesaian kepada pengadilan negeri, pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (withaout disputes of defferences with another party).
Berdasarkan ukuran ini tidak dibenarkan mengajukan permohonan tentang
penyelesaian sengketa hak atau pemilikan maupun penyerahan serta
pembayaran sesuatu oleh orang lain atau pihak ketiga.
3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex parte.
Benar-benar murni dan mutlak satu pihak atau bersifat ex parte. Permohonan untuk kepentingan sepihak (on behalf of one party) atau yang terlibat dalam permasalahan hokum (involving onle one party to a legal matter) yang diajukan dalam kasus itu, hanya satu pihak.
Perbedaan antara contentiosa dan voluntaria dapat ditinjau dari :
1. Pihak yang berpekara :
- Contentiosa, pihak yang berperkara adalah penggugat dan tergugat. Ada juga isitlah turut tergugat (tergugat II,II, IV , dst). Pihak ini tidak menguasai objek sengketa atau mempunyai kewajiban melaksanakan sesuatu. Namun hanya sebagai syarat lengkapnya pihak dalam berperkara. Mereka dalam petitum hanya sekedar dimohon agar tunduk dan taat dan taat terhadap putusan pengadilan (MA tgl 6-8-1973 Nomor 663 K/Sip/1971 tanggal 1-8-1973 Nomor 1038 K/Sip/1972). Sedangkan turut penggugat tidak dikenal dalam HIR maupun praktek.
- Voluntaria, pihak yang berpekara adalah pemohon.
Istilah pihak pemohon dalam perakra
voluntaria diatas, ini tentunya tidak relevan dengan jika dikaitkan
dengan UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama sebab dalam UU
tersebut dikenal adanya permohonan dan gugatan perceraian. Permohonan
perceraian dilakukan oleh suami kepada istrinya sehingga pihak-pihaknya
disebut pemohon dan termohon berarti ada sengketa atau konflik . istilah
pihak-pihak yang diatur dalam UU No. 7 tahun 1989 adalah tentunya suatu
pengecualiaan istilah yang dipakai dalam perkara voluntaria.
2. Aktifitas hakim dalam memeriksa perkara :
- Contentiosa, terbatas yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak
- Voluntaria : hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas hakim bercorak administratif.
3. Kebebasan hakim
- Contentiosa : hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan undang-undang
- Voluntaria : hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaannya.
4. Kekuatan mengikat putusan hakim
- Contentiosa : hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-orang yang telah didengar sebagai saksi.
- Voluntaria : mengikat terhadap semua pihak.
5. Hasil akhir perkara :
- Hasil suatu gugatan (Contentiosa) adalah berupa putusan (vonis)
- Hasil suatu permohonan (voluntaria) adalah penetapan (beschikking).
B. Pengertian Gugatan
- Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2, gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
- Sudikno Mertokusumo, tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri (eigenrichting).
- Darwan Prinst, gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut.
C. Ciri-Ciri Gugatan
- Perselisihan hukum yg diajukan ke pengadilan mengandung sengketa
- Sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak
- Bersifat partai (party) dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai tergugat.
D. Bentuk Gugatan
Gugatan diajukan dapat berbentuk :
- Tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg
- Lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg
Tentang gugatan lisan “bilamana penggugat
buta huruf maka surat gugatannya yang dapat dimasukkannya dengan lisan
kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan”.(Pasal 120 HIR).
Dewasa ini gugatan lisan sudah tidak lazim
lagi, bahkan menurut Yurisprudensi MA tanggal 4-12-1975 Nomor 369
K/Sip/1973 orang yang menerima kuasa tidak diperbolehkan mengajukan
gugatan secara lisan
Yurisprudensi MA tentang syarat dalam menyusun gugatan :
- Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan (MA tgl 15-3-1970 Nomor 547 K/Sip/1972)
- Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
- Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975 dll
- Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971)
Tidak memenuhi syarat diatas gugatan menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)
Ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan
jika penggugat/kuasanya sebelum memasukkan gugatan meminta nasihat dulu
ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak
advokat/pengacara maka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa
tulisa baca.
Dalam hukum acara perdata ada istilah gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak.
- Gugatan tidak diterima adalah gugatan yang tidak bersandarkan hukum yaitu apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat mengajukan kembali gugatannya atau banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat formil.
- Gugatan ditolak adalah gugatan tidak beralasan hukum yaitu apabila tidak diajukan peristiwa-peristiwa yang membenarkan tuntutan. Putusan hakim dengan melakukan penolakan bermaksud menolah setelah mempertimbangkan pokok perkara. Dalam hal ini penggugat tidak ada kesempatan mengajukan kembali tapi haknya adalah banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat materil (pembuktian)
E. Syarat dan Isi Gugatan
Syarat gugatan :
- Gugatan dalam bentuk tertulis.
- Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
- Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi)
Isi gugatan :
Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :
- Identitas para pihak
- Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum
- Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan subsider/tambahan
Identitas para pihak adalah keterangan yang
lengkap dari pihak-pihak yang berpekara yaitu nama, tempat tinggal, dan
pekerjaan. Kalau mungkin juga agama, umur, dan status kawin.
Fundamentum petendi (posita) adalah dasar
dari gugatan yang memuat tentang adanya hubungan hukum antara
pihak-pihak yang berpekara (penggugat dan tergugat) yang terdiri dari 2
bagian yaitu : 1) uraian tentang kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa (eittelijke gronden) adalah merupakan
penjelasan duduk perkaranya, 2) uraian tentang hukumnya (rechtsgronden)
adalah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar
yuridis dari gugatan
Petitum adalah yang dimohon atau dituntut
supaya diputuskan pengadilan. Jadi, petitum ini akan mendapat jawabannya
dalam diktum atau amar putusan pengadilan. Karena itu, penggugat harus
merumuskan petitum tersebut dengan jelas dan tegas, kalau tidak bisa
menyebabkan gugatan tidak dapat diterima.
Dalam praktek ada 2 petitum yaitu :
- Tuntutan pokok (primair) yaitu tuntutan utama yang diminta
- Tuntutan tambahan/pelengkap (subsidair) yaitu berupa tuntutan agar tergugat membayar ongkos perkara, tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uit vierbaar bij vorraad), tuntutan agar tergugat dihukum membayar uang paksa (dwangsom), tuntutan akan nafkah bagi istri atau pembagian harta bersama dalam hal gugatan perceraian, dsb.
F. Teori Pembuatan Gugatan
Ada 2 teori tentang bagaimana menyusun sebuah surat gugatan yaitu :
- Substantierings Theorie yaitu dimana teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hokum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya misalnya dalam gugatan tidak cukup hanya menyebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu, tetapi juga harus menyebutkan sejarah pemilikannya, misalnya karena membeli, mewaris, hadiah dsb. Teori sudah ditinggalkan
- Individualiserings Theorie yaitu teori ini menyatakan bahwa dalam dalam gugatan cukup disebutkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hhukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian hokum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, misalnya dalam gugatan cukup disebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu. Dasar terjadinya atau sejarah adanya hak milik atas benda itu padanya tidak perlu dimasukan dalam gugatan karenaini dapat dikemukakan di persidangan pengadilan dengan disertai bukti-bukti. Teori ini sesuai dengan system yang dianut dalam HIR/Rbg, dimana orang boleh beracara secara lisan, tidak ada kewajiban menguasakan kepada ahli hukum dan hakim bersifat aktif.
G. Pencabutan Gugatan
Pencabutan gugatan dapat terjadi:
- Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini adalah tergugat belum memberikan jawaban.
- Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal ini apabila tergugat sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat disetujui oleh pihak tergugat.
Jika gugatan dicabut sebelum tergugat
memberikan jawaban maka penggugat masih boleh mengajukan gugatannya
kembali dan jika tergugat sudah memberikan jawaban penggugat tidak boleh
lagi mengajukan gugatan karena penggugat sudah dianggap melepaskan
haknya.
H. Perubahan Gugatan
Perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat :
- Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan (MA tanggal 6 Maret 1971 Nomor 209 K/Sip/1970.
- Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan.
Contoh ad. 1. Penggugat semula menuntut agar
tergugat membayar hutangnya berupa sejumlah uang atas dasar “perjanjian
hutang piutang”, kemudian diubah atas dasar “perjanjian penitipan uang
penggugat pada tergugat”. Perubahan seperti ini tidak diperkenankan.
Contoh ad. 2. Dalam gugatan semula A menutut
B agar membayar hutangnya sebesar Rp. 1.000.000. Kemudian A mengubah
tuntutannya agar B membyara hutangnya sebesar 1.000.000 ditambah Bungan
10 % setiap bulan. Perubahan bentuk seperti ini tidak dibenarkan.
Tentang perubahan atau penambahan gugatan
tidak diatur dalam HIR/Rbg namun dalam yurisprudensi MA dijelaskan bahwa
perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak merubah
dasar gugatan (posita) dan tidak merugikan tergugat dalam pembelaan
kepentingannya (MA tgl 11-3-1970 Nomo 454 K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974
Nomor 1042 K/Sip/1971 dan tanggal 29-1-1976 Nomor 823 K/Sip/1973).
Perubahan tidak diperkenankan kalau pemeriksaan hamper selesai. Semua
dali pihak-pihak sudah saling mengemukakan dan pihak sudah memohon
putusan kepada majelis hakim (MA tanggal 28-10-1970 Nomo 546
K/Sip/1970).
Kesempatan atau waktu melakukan perubahan gugatan dapat dibagi menjadi 2 tahap :
- Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan tanpa perlu izin tergugat.
- Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan izin tergugat jika tidak di setujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan :
a) Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama tergugat.
b) Tidak menyimpang dari kejadian materil sebagai penyebab timbulnya perkara.
c) Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.
I. Penggabungan gugatan atau kumulasi gugatan
Penggabungan / kumulasi gugatan ada 2 yaitu :
- Kumulasi subjektif yaitu para pihak lebih dari satu orang (Pasal 127 HIR/151 RBg) adalah penggugat atau beberapa penggugat melawan (menggugat) beberapa orang tergugat, misalnya Kreditur A mengajukan gugatan terhadap beberapa orang debitur (B, C, D) yang berhuntang secara tanggung renteng (bersama). Atau beberapa penggugat menggugat seorang tergugat karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Syarat untuk kumulasi subjektif adalah bahwan tuntutan tersebut harus ada hubungan hokum yang erat satu tergugat dengan tergugat lainnya (koneksitas). Kalau tidak ada hubunganya harus digugat secara tersendiri.
- Kumulasi objektif yaitu penggabungan beberapa tuntutan dalam satu perkara sekaligus (penggabungan objek tuntutan), misalnya A menggugat B selain minta dibayar hutang yang belum dibayar juga menuntut pengembalian barang yang tadinya telah dipinjam.
Penggabungan objektif tidak boleh dilakukan dalam hal:
- Hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksa satu tuntutan yang diajukan secara bersama-sama dalam gugatan.
- Satu tuntutan tertentu diperlukan satu gugatan khusus sedangkan tuntutan lainnya diperiksa menurut acara biasa.
- Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan.
Tujuan penggabungan gugatan :
- Menghindari kemungkinan putusan yang berbeda atau berlawanan/bertentangan.
- Untuk kepentingan beracara yang bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan.
J. Kompetensi atau Kewenangan Mengadili
Kompentensi adalah kewenangan mengadili dari badan peradilan.
Kompetensi ada 2 yaitu :
- Kompetensi mutlak/absolut yaitu dilihat dari beban tugas masing-masing badan peradilan. Di Indonesia ada beberapa badan peradilan, misalnya peradilan umum (pengadilan negeri), peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha Negara, peradilan niaga (kepailitan, Hak Kekayaan Intelektual), pengadilan hubungan industrial (perburuhan), peradilan HAM di Indonesia. Jika ada suatu sengketa dibidang tanah, maka yang berwenang (kompetensi asbulut) adalah pengadilan negeri. Atau sengketa warisan bagi orang islam maka yang berwenang (kompetensi absolut) adalah pengadilan agama.
- Kompetensi relatif/nisbi yaitu dari wilayah hukum masing-masing peradilan. Wilayah hukum peradilan biasanya berdasarkan pada wilayah dimana tempat tinggal tergugat, misalnya sengketa warisan orang islam tergugatnya berada di Tembilahan (Inhil) maka komptensi relatifnya adalah pengadilan agama Tembilahan. Lain hal jika alamat tergugat berada di kabupaten Rengat, maka kompetensi relatifnya adalah pengadilan agama Rengat. Dalam perkara cerai talak, komptensi relatifnya berdasarkan dimana alamat termohon. Tentang kompetensi relative, hal ini disebutkan dalam Pasal 118 HIR/142 RBg kompetensi relatif adalah pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat (asas Actor Sequitor Forum Rei).
Pasal 118 HIR/142 RBg mengatur juga pengecualiannya yaitu :
- Diajukan di tempat kediaman tergugat yang terakhir yang sebenarnya apabila tidak diketahui tempat tinggalnya.
- Apabila tergugat lebih dari satu orang diajukan di tempat tinggal salah satunya sesuai pilihan penggugat.
- Satu tergugat sebagai yang berhutang dan satu lagi penjamin diajukan di tempat tinggal yang berhutang, apabila tempat tinggal tergugat (berhutang) dan tempat turut tergugat (penjamin) berbeda maka diajukan dimana tempat tinggal tergugat.
- Jika tidak dikenal tempat tinggal dan kediaman tergugat diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat.
- Jika objeknya benda tetap diajukan di tempat benda tetap itu berada.
- Jika ditentukan dalam perjanjian (akta) ada tempat tinggal yang dipilih (domisili hukum) mka gugatan diajukan di tempat tinggal yang dipilih tersebut (pilihan domisili hukum), namun jika penggugat mau memilih berdasarkan tempat tinggal tergugat, maka gugatan juga dapat diajukan di tempat tinggal tergugat.
K. Para Pihak Dalam Berperkara
Ada 2 pihak yaitu penggugat dan tergugat.
Pihak ini dapat secara langsung berperkara di pengadilan dan dapat juga
diwakilkan baik melalui kuasa khusus (pengacara) maupun kuasa
insidentil (hubungan keluarga).
Untuk ini dapat dibedakan atas :
- Pihak materil : pihak yang mempunyai kepentingan langsung yaitu penggugat dan tergugat. Sering juga disebut dengan penggugat in person dan tergugat in person.
- Pihak formil : mereka yang beracara di pengadilan, yaitu penggugat, tergugat dan kuasa hukum.
- Turut tergugat : pihak yang tidak menguasai objek perkara tetapi akan terikat dengan putusan hakim.
Contoh perkara sengketa tanah antara A
(penggugat) dengan B (Tergugat), dimana B mengusai tanah milik A dan
tanah tersebut disertifikat, dimana B mengusai tanah milik A dan tanah
tersebut disertifikatkan oleh C (BPN), maka A dan B disebutkan oleh C
(BPN), maka A dan B disebut pihak formil/materil dan C adalah turut
tergugat.
L. Perwakilan dalam Perkara Perdata
Dalam sistim HIR/RBg beracara di muka
pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa hukum dengan syarat dengan
surat kuasa. Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat , kuasa hukum
itu diberikan kepada advokat.
Advokat adalah orang yang mewakili kliennya
untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan
untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan
atau beracara di pengadilan.
M. Surat Kuasa
Surat kuasa adalah suatu dokumen di mana
isinya seseorang menunjuk dan memberikan wewenang pada orang lain untuk
melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namanya. Menurut Pasal 1792
KUHPerdata, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk dan
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Macam-macam surat kuasa :
- Surat kuasa umum yaitu surat yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja, artinya untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titik berat pengurusan. Surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa.
- Surat kuasa khusus yaitu kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja atau lebih (1795 KUHPerdata). Dengan surat kuasa khusus penerima kuasa dapat mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan. Hal ini diatur dalam pasal 123 HIR. Dengan demikian dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.
Isi Surat Kuasa Khusus :
- Identitas pemberi kuasa dan penerima kuasa yaitu nama lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat tinggal.
- Apa yang menjadi pokok perkara, misalnya perkara perdata jual beli sebidang tanah ditempat tertentu melawan pihak tertentu dengan nomor perkara, pengadilan tertentu.
- Batasan isi kuasa yang diberikan. Dijelaskan tentang kekhususan isi kuasa. Diluar kekhususan yang diberikan penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan melakukan tindakan hukum, termasuk kewengan sampai ke banding dan kasasi.
- Hak subsitusi/pengganti. Ini penting manakala penerima kuasa berhalangan sehingga ia berwenang menggantikan kepada penerima kuasa lainnya, sehingga sidang tidak tertunda dan tetap lancar.
Contoh kuasa khusus :
SURAT KUASA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
N a m a : FIRDAUS KUDUS DAELI
TTL / Umur : Makasar, 26 Juni 1975 / 29 tahun
Pekerjaan : Tani
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : WNI
Alamat : Jalan Pelita jaya No. 20 Medan
Dengan ini menerangkan memberikan kuasa pekara No.… (tulis nomor perkara jika perkara sudah masuk dipersidangan) kepada :
N a m a : ABDUL HADI HASIBUAN, SH
Pekerjaan : Pengacara / Advokat
KHUSUS
Untuk dan atas nama pemberi mewakili sebagai
Penggugat, mengajukan gugatan …….terhadap H. SINAGA Bin H. LUBIS di
Pengadilan Negeri Tembilahan.
Untuk itu yang diberi kuasa dikuasakan
untuk menghadap dan menghadiri semua persidangan Pengadilan Negeri
Temvbilahan, menghadapi instansi-instansi, jawabatan-jawatan, hakim,
pejabat-pejabat, pembesar-pembesar, menerima, mengajukan
kesimpulan-kesimpulan, meminta siataan, mengajukan dan
menolak-saksi-saksi, menerima atau menolak keterangan saksi-saksi,
meminta atau memberikan segala keterangan yang diperlukan, dapat
mengadakan perdamaian dengan syarat-syarat yang dianggap baik oleh yang
diberi kuasa, menerima uang pembayaran dan memberikan kwitansin tanda
penerimaan dan memberikan kwitansi tanda penerimaan uang, meminta
penetapan, putusan, pelaksanaan putusan (eksekusi), melakukan
peneguran-peneguran, dapat mengambil segala tindakan yang penting, perlu
dan berguna sehubungan dengan menjalankan perkara serta dapat
mengerjakan segala sesuatu pekerjaan yang umumnya dapat dikerjakan oleh
seorang kuasa/wakil guna kepentingan tersbeut diatas, juga mengajukan
permohonan banding atau kontra, kasasi atau kontra.
Kuasa ini berikan dengan berhak mendapatkan
honorarium (upah) dan retensi (hak menahan barang milik orang lain)
serta dengan hak substitusi (melimpahkan) kepada orang lain baik
sebagian maupun seluruhnya.
Tembilahan, 2010
Penerima Kuasa Pemberi Kuasa
Materi 6000
M.ARDIANSYAH HASIBUAN, SH FIRDAUSKUDUS DAELI
0 komentar:
Posting Komentar