![]() |
Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik |
Tindak pidana pencemaran
nama baik dan penghinaan diatur dalam Bab XVI tentang Penghinaan yakni Pasal
310 KUHP sampai pasal 323 KUHP. Secara tekstual, kedua tindak pidana ini hampir
mirip. Tidak heran jika masyarakat awam sering salah memahaminya dan cenderung
menyamakan kedua tindak pidana ini. Tindak pidana pencemaran nama baik diatur
dalam pasal 310 KUHP. Sedangkan tindak pidana penghinaan diatur dalam pasal 315
KUHP.
Pasal 310
1.
Barangsiapa
sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu
hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena
pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2.
Jika
hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3.
Tidak
merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Dari ketentuan di atas,
dapat ditarik unsur-unsur pasal 310 yakni[1];
1.
Menyerang nama baik seseorang atau kehormatannya.
2.
Dengan cara menuduhkan sesuatu
3.
Terjadi di depan umum atau lebih dari satu orang
selain korban
4.
Pencemaran nama baik lebih berat jika dilakukan
pelaku melalui media tulisan atau
gambar yang ditempel di muka umum[2].
5.
Bila dikarenakan untuk kepentingan umum atau
terpaksa membela diri, tidak
termasuk tindak pidana.
Pasal 310 sering
dikaitkan dengan pasal 311 KUHP yakni tentang fitnah. Intinya ketika seorang
menuduhkan sesuatu pada orang lain, ia harus bisa membuktikan tuduhannya
tersebut benar adanya. Jika ia tak dapat membuktikannya, maka ia sudah berbuat
fitnah. Ancaman pidananya paling lama empat tahun[3].
Sementara, Tindak pidana
penghinaan diatur dalam pasal 315 KUHP, berbunyi;
“Tiap-tiap
penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran
tertulis yang dilakukan terhadap seseorang baik di muka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan
surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan
ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling
banyak empat ribu
lima ratus
rupiah.”
Untuk membedakan tindak
pidana pencemaran dan penghinaan sebagai berikut[4];
1.
Unsur utama dalam pasal 310 KUHP adalah si pelaku menyerang kehormatan/nama baik
korban atau menuduhkan sesuatu yang disebarluaskan kepada umum dan/atau
dilakukan di hadapan orang lain selain korban. Objek dari pencemaran nama baik
tidak hanya orang, namun badan hukum, perusahaan, instansi-instansi pemerintah,
maupun segolongan orang.
2.
Unsur utama dalam pasal 315 KUHP yaitu adanya
penghinaan, tapi bukan untuk mencemarkan nama baik atau
menuduhkan sesuatu kepada korban. Penghinaan terjadi bila dilakukan baik dimuka
orang banyak (umum) maupun dihadapan korban seorang. Objek penghinaan hanya
terhadap manusia perorangan.
Menurut R. Soesilo, ada
enam macam bentuk penghinaan dalam KUHP, yakni penghinaan secara lisan (smaad), penghinaan dengan surat/tertulis
(smaadschrift), memfitnah, penghinaan
ringan (eenvoudige belediging),
mengadu secara memfitnah (lasterlijke
aanklacht), dan menuduh secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking).
Secara tak disadari, kita
mungkin sering menghina orang lain dalam pergaulan di masyarakat. Misalnya kita
mengatakan “anjing”, “asu” “babi” dan sebagainya kepada orang lain[5].
Meski dalam banyak kasus
kita hanya bercanda. Namun, perlu dipahami jika tak berhati-hati perkataan kita
tersebut bisa dikategorikan sebagai penghinaan. Misalnya, orang lain yang tak
senang atau merasa tersinggung karena dipanggil “anjing” dapat mengadukan itu
ke polisi. Dan itu merupakan penghinaan. Meski, hal ini juga sangat subjektif.
Sebab kata-kata atau kalimat yang dapat dipandang menghina itu tergantung pada
tempat, waktu dan keadaan, atau menurut pendapat umum di tempat bersangkutan.
Suatu kata atau kalimat mungkin saja dianggap menghina di satu daerah/tempat
tetapi belum tentu di daerah lain. Namun ada baiknya jika kita selalu berhati-hati.
Sudah disampaikan, penghinaan dapat dilakukan baik di muka umum mapun hanya di
depan korban. Agar penghinaan yang tidak dilakukan di muka umum bisa dihukum
maka harus dilakukan:
a)
Dengan lisan atau perbuatan di mana orang yang
dihina (korban) harus ada di situ melihat dan mendengar sendiri;
b)
Bila dengan surat (tulisan), maka surat itu
harus dialamatkan (disampaikan) kepada yang
dihina
Misalnya A, di tempat
umum, mengatakan B adalah babi. Meski B pada waktu itu tak ada di situ, dan tak
mendengar sendiri perkataan A tersebut, A tetap dapat dihukum.
Ada lagi, misalnya A -tidak di
tempat umum- mengatakan kepada C, “tahu gak
B itu kayak anjing”, Andaikata C
lalu memeritahukan hal tersebut kepada B dan B mengadukan ke pihak berwajib, maka A tidak dapat dihukum.
Contoh lagi, A kirim
surat ke C. Isi surat mengatakan
bahwa B itu anjing. C lalu memberitahukan hal tersebut kepada B dan lalu
mengadu kepada pihak berwajib, tapi A
tidak bisa dihukum, sebab surat itu oleh
A tidak dialamatkan kepada B melainkan kepada C. Andaikata surat ini berupa
kartu pos (tiap orang dapat membaca/sifatnya umum), maka A dapat dihukum karena penghinaan.
[1] Rocky Marbun, Op.Cit, 2011, hal. 103.
[2] Berdasarkan Pasal
27 Ayat 3 Undang-Undang No. 1 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak hanya media
tulisan, namun penghinaan juga bisa dijerat
apabila dilakukan melalui
media elektronik di media sosial seperti, facebook,
twiter, email, path, dsb
[3] Pasal 311 Ayat 1 KUHP “Jika yang
melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis
dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan
bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam
melakukan fitnah dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”
[4] Rocky Marbun, Op.Cit. 2011, hal. 104.
[5] Kata atau
kalimat yang dianggap
menghina ini sangat
subjektif tergantung kepada
orang, dan kondisi
sosial budaya, serta adat istiadat dari suatu daerah tertentu.
0 komentar:
Posting Komentar