Angka permohonan praperadilan atas penetapan tersangka terus bertambah. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi
No. 21/PUU-XII/2014, perdebatan boleh tidaknya penetapan tersangka
diajukan ke praperadilan seharusnya tidak perlu terjadi lagi. Sebab,
Mahkamah telah memperluas objek praperadilan di tengah kontroversi isu
tersebut.
Permohonan praperadilan atas penetapan tersangka didaftarkan di banyak pengadilan. Tim dari Pusat Penelitian Mahkamah Agung pun sempat melakukan kajian terhadap ‘putusan praperadilan terkait penetapan tersangka’. Hasilnya, penetapan tersangka adalah pengembangan baru objek praperadilan karena sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Praperadilan dianggap sebagai wujud check and balance terhadap penyidik yang selama ini mengatasnamakan penegakan hukum. (Baca juga: Hakim Kabulkan Sebagian Permohonan Praperadilan VSI).
Berdasarkan hasil kajian itu, praperadilan terhadap penetapan tersangka dapat mendorong perlindungan yang lebih baik dari tindakan para penyidik di kemudian hari sekaligus menjadi koreksi atas tindakan penyidik. Lewat praperadilan atas penetapan tersangka, tindakan abuse of power atau penyalagunaan kewenangan oleh penyidik bisa dihindari. Tentu saja, hakimlah yang berwenang memutuskannya.
“Ke depan penegak hukum dituntut untuk lebih profesional dan berhati-hati dalam menetapkan status tersangka terhadap seseorang,” demikian dikutip dari kajian Puslit Mahkamah Agung tersebut.
Permohonan praperadilan atas penetapan tersangka didaftarkan di banyak pengadilan. Tim dari Pusat Penelitian Mahkamah Agung pun sempat melakukan kajian terhadap ‘putusan praperadilan terkait penetapan tersangka’. Hasilnya, penetapan tersangka adalah pengembangan baru objek praperadilan karena sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Praperadilan dianggap sebagai wujud check and balance terhadap penyidik yang selama ini mengatasnamakan penegakan hukum. (Baca juga: Hakim Kabulkan Sebagian Permohonan Praperadilan VSI).
Berdasarkan hasil kajian itu, praperadilan terhadap penetapan tersangka dapat mendorong perlindungan yang lebih baik dari tindakan para penyidik di kemudian hari sekaligus menjadi koreksi atas tindakan penyidik. Lewat praperadilan atas penetapan tersangka, tindakan abuse of power atau penyalagunaan kewenangan oleh penyidik bisa dihindari. Tentu saja, hakimlah yang berwenang memutuskannya.
“Ke depan penegak hukum dituntut untuk lebih profesional dan berhati-hati dalam menetapkan status tersangka terhadap seseorang,” demikian dikutip dari kajian Puslit Mahkamah Agung tersebut.
Perkara terbaru yang mendapat perhatian publik adalah penetapan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai tersangka pengadaan mobil listrik. Dahlan mengajukan upaya hukum praperadilan itu ke PN Jakarta Selatan melawan penyidik Kejaksaan Agung.
Berdasarkan catatan hukumonline puluhan praperadilan atas penetapan tersangka telah diajukan ke pengadilan negeri yang tersebar di seluruh Indonesia. PN Jakarta Selatan terbilang paling banyak menerima permohonan praperadilan. Dari 10 perkara yang ditelusuri Hukumonline (lihat tabel) 4 perkara ditolak, 4 diterima, dan sisanya diterima sebagian.
Jika ditelusuri lebih lanjut 10 perkara itu, terungkap bahwa ada beragam
alasan atau dalil hakim menjatuhkan putusan praperadilan. Adakalanya
hakim menilai surat perintah penyidikan tidak sah; dan dalam perkara
lain penyidik tidak sah karena bukan dari kalangan jaksa. Kali lain,
hakim melihat pada ketersediaan dua alat bukti yang cukup
No | Pemohon | Kasus | Putusan | Hakim |
1 | Dahlan Iskan | Kasus aset PWU berdasarkan surat perintah penyidikan bernomor Print 1198/O.5/Fd.1/10/2016 tertanggal 27 Oktober 2016. Dia diduga melakukan pelanggaran pada penjualan aset PWU di Kediri dan Tulungagung pada tahun 2003 lalu | Ditolak | Hakim Ferdinandus (PN Surabaya |
2 | Irman Gusman | Irman Gusman disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar. | Ditolak | I Wayan Karya (PN Jakarta Selatan) |
3 | Siti Fadilah Supari | Siti Fadilah dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 56 ayat 2 KUHP tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. | DItolak | Rivai (PN Jakarta Selatan) |
4 | Nur Alam | Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar AS$4,5 juta.Aliran dana tersebut yang diterima melalui bank di HongKong dan sebagian diantaranya disimpan di tiga polis. Nur Alam diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. | Ditolak | I Wayan Karya |
5 | La Nyalla | Dana hibah Kadin Jatim pada tahun 2012 untuk IPO | Diterima | Ferdinandus (Surabaya) |
6 | Abidinsyah | perkara penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penjualan batubara di Kaltim. | Diterima | Amat Khusaeri |
7 | Dahlan Iskan | Dugaan korupsi pembangunan gardu induk PLN Jawa, Bali, Nusa Tenggara senilai Rp1,063 triliun. | DIterima | Lendriaty Janis (PN Jakarta Selatan) |
8 | Hadi Purnomo | Penyalahgunaan wewenang atas kasus BCA, Pasal 2 ayat (1) atau 3 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP | Diterima untuk sebagian | Haswandi (PN Jakarta Selatan) |
9 | Ilham Arief Sirajuddin | Kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012. Akibatnya, kerugian negara ditaksir mencapai Rp38,1 miliar. | Diterima untuk sebagian | Upiek Kartikawati (PN Jakarta Selatan) |
10 | Budi Gunawan | Transaksi mencurigakan dan tidak wajar pejabat negara (Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi). | Diterima | Sarpin (PN Jakarta Selatan) |
Jika hakim menerima permohonan praperadilan dan membatalkan penetapan
tersangka bukan berarti penegakam hukum berhenti. Dalam prakteknya,
ternyata penyidik bisa kembali menytakan seseorang sebagai tersangka.
Bahkan ada pendapat bahwa putusan MK belum tentu pas dipakai untuk
perkara tertentu, seperti yang disampaikan KPK dalam perkara penetapan
tersangka Nur Alam.
sumber: hukumonline.com