google-site-verification: google9a13747b79e1f4cd.html Artikel Law Office MAH - Hukum Adat Artikel Law Office MAH: Hukum Adat - All Post
SEMUA ARTIKEL
M.Ardiansyah Hasibuan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Adat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Adat. Tampilkan semua postingan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Sebagai negara kepulauan dengan beragam suku bangsa dan budaya, Indonesia memiliki kekayaan adat istiadat. Hal ini tentunya juga berdampak pada hukum adat yang tumbuh dan berkembang di masing-masing daerah. Keberadaan hukum adat Indonesia yang dalam bahasa Belanda disebut Adatrecht pertama kali ditemukan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian istilah ini digunakan oleh Mr. C. Van Vollenhoven di tahun 1928. Ia menyatakan bahwa hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan hukum adat[1].  Secara harafiah, Hukum adat diterjemahkan sebagai hukum asli bangsa Indonesia dimana sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan berkembang di masyarakat sehingga hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis[2]. Dalam bukunya, Peter J. Burns juga membahas mengenai Adat[3].  Adat sebenarnya tak hanya ada di Indonesia, tetapi juga sebenarnya ditemukan di negara Anglo-saxon yang menjadikan kebiasaan sebagai hukum. Bentuk adat di negara penganut sistem common law dapat terlihat pada hukuman yang dijatuhkan terhadap mereka yang melanggar peraturan setempat. Namun pada bukunya, Peter lebih menjelaskan mengenai adat yang berlaku di Indonesia tak hanya berkaitan dengan penjatuhan hukuman atas pelanggaran aturan yang ada dalam bentuk tindak pidana, tetapi juga aturan lain di sejumlah masyarakat adat yang ada di nusantara. Hukum adat pada perkembangannya memiliki dua artian, yakni[4] :
1. Hukum kebiasaan yang bersifat tradisional yang merupakan hukum yang dipertahankan dan berlaku di lingkungan hukum adat tertentu.
2. Hukum kebiasaan yang merupakan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dalam hubungan pergaulan antara yang satu dan yang lain, dalam lembaga masyarakat satu dan yang lainnya.
Meski definisi hukum adat dari Vollenhoven menjadi begitu populer namun ada pendapat lain mengenai hukum adat yang disampaikan oleh Ter Harr. Ia menjelaskan hukum adat sebagai keutusan yang dibuat oleh oemuka adat di dalam masyarakat hukum adat. Keputusan yang dituangkan dalam hukum adat tidak hanya dibuat oleh hakim, tetua adat, kepala desa, pemuka agama, tetapi keputusan yang juga dibuat dalam suatu rapat desa[5]. Hukum adat yang terdapat di Indonesia umumnya merupakan hukum adat yang bersifat tidak tertulis.
Adat[6] di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing dimana adat itu berada. Permasalahan adat yang muncul biasanya diselesaikan dengan rapat masyarakat adat setempat. Namun seiring dengan hadirnya kolonialisme oleh negara barat di Indonesia, membawa sejumlah dampak bagi hukum adat itu sendiri Pada penerapat Adat di Indonesia yang mengalami masa penjajahan oleh Belanda, terdapat institusi peradilan yang digunakan untuk menangani beragam perkara di masyarakat Indonesia. Ada lima set lembaga kehakiman yang pada dasarnya tidak sepenuhnya terpisah. Pemisahan yang dilakukan tidak sepenuhnya sempurna. Kelima set lembaga kehakiman di Indonesia pada masa penjajahan itu terdiri dari[7] :
1.      Government system;
2.      Indigenous system;
3.      Autonomous system;
4.      Religious system;
5.      Village Tribunnals.
Seluruh paket peradilan ini berkembang berdampingan di Indonesia selama masa penjajahan Belanda. Sementara di masa pendudukan Jepang belum ada perubahan berarti kecuali pendalaman mengenai kemiliteran[8].
Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu hukum, khususnya dengan kehadiran teori yang disampaikan oleh Hegel dan Von Savigny, Indonesia sebagai negara dengan beragam adat beserta hukumnya memiliki ideologi Politik yang dianut oleh bangsa ini. Perkembangan hukum adat di Indonesia pada masa awal kemerdekaan digambarkan oleh Soepomo yang menjelaskan bagaimana kemudian Pancasila menjadi dasar negara Indonesia.[9] Ia juga menyampaikan mengenai tiga lembaga yang digagas Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yakni (1) gotong royong; (2) musyawarah; dan (3) mufakat. Koentjaraningrat menegaskan dari ketiga lembaga itu yang terutama adalah gotong- royong, sementara dua lembaga lainnya merupakan satu paket kombinasi. Ketiga lembaga ini berkembang hingga saat ini di Indonesia yang sudah mengalami orde lama, orde baru, masa reformasi, dan pasca reformasi.
1.2  RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka penulis merumuskan sejumlah masalah yang akan dibahas pada penelitian ini sebagai berikut :
·    Bagaimana interaksi antara hukum adat dan politik hukum di Indonesia saat ini?
·  Bagaimana perkembangan peradilan di Indonesia saat ini terutama dalam kaitannya dengan hukum adat?

1.3  TUJUAN PEMBAHASAN MASALAH
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk :
1.  Dapat mengetahui seperti apa interaksi antara hukum adat dan politik hukum di Indonesia pada masa pasca reformasi saat ini.
2.  Menggambarkan perkembangan sistem hukum dan peradillan di Indonesia dalam kaitannya dengan hukum adat pada masa pasca reformasi.

1.4  METODE PENULISAN
Makalah ini merupakan makalah ini makalah hukum normatif atau yang biasa dikenal dengan istilah makalah hukum doktrinal[10]. Hasil yang diinginkan dalam penulisan makalah ini bersifat deskriptif analitis sehingga menitikberatkan pada penggunaan data sekunder melalui kepustakaan agar dapat diperoleh penjelasan yang menyeluruh dan sistematis tentang pokok permasalahan yang sudah disusun. Data sekunder yang digunakan merupakan bahan yang relevan dengan permasalahan. Sementara bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus dan ensiklopedi[11]. 

Most Trending