![]() |
Fahami Masalah Tindak Pidana Penadahan |
Penadahan diatur dalam
pasal 480-485 KUHP. Seperti pembahasan pasal-pasal sebelumnya Pasal 480 ini
adalah pasal penadahan biasa (pokok). Pasal-pasal selanjutnya mengatur tentang
penadahan dengan syarat atau unsur-unsur tambahan.
Penadahan berasal dari
kata “tadah” yang berarti barang untuk menampung sesuatu, “menadah” bisa
berarti menerima barang yang jatuh atau dilemparkan, menampung atau bisa juga
menerima barang hasil curian (untuk menjualnya lagi), sementara “tadahan”
berarti hasil atau pendapatan menadah.[1] Di
masyarakat juga dikenal “tukang tadah atau penadah”, yaitu orang yang menerima
barang gelap atau barang curian.[2]
Pasal 480 KUHP merupakan
pasal penadahan dalam bentuk pokok/biasa. Pasal ini merumuskan penadahan
sebagai berikut:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:
1. Barangsiapa membeli, menyewa, menukar,
menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual,
menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau
sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;
2. Barangsiapa menarik keuntungan dari hasil
sesuatu benda yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa
diperoleh dari kejahatan.”
Dari bunyi pasal tersebut, dapat kita tarik
unsur-unsur penadahan sebagai berikut:
1.
Unsur pasal 480 ayat 1 (Objektif)
A.
Barangsiapa
Adanya orang (subjek
hukum) yang melakukan.
B.
Perbuatan
Perbuatan dibagi menjadi
dua sebagai berikut:
1)
Perbuatan 1
Membeli, menyewa,
menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau; (catatan: tidak perlu semua
perbuatan di atas dilakukan. Cukup salah satu saja)
2)
Perbuatan 2 (untuk menarik keuntungan)
Menjual, menyewakan,
menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan.
3)
Objeknya
Ada benda yang menjadi
objek penadahan, entah itu sepeda, motor, mobil, komputer, arloji, dan
sebagainya.
4)
Yang diperoleh dari kejahatan
Maksudnya, ada barang
yang didapat/diperoleh dari hasil kejahatan. Misalnya A mencuri dompet dari
sebuah toko (dompet didapat dari hasil kejahatan) lalu A menjual dompet
tersebut kepada B.
2.
Unsur Subjektif
a) Yang ia ketahui; atau
Misal, pelaku sudah tahu
barang tersebut diperoleh dari hasil kejahatan, tapi ia tetap membelinya. Dalam
hal ini, si pembeli melakukan hal tersebut dengan sadar dan sengaja.
b) Yang sepatutnya diduga bahwa benda itu
diperoleh dari hasil kejahatan.
Unsur ini dilakukan
dengan tidak sengaja. Tapi sudah sepatutnya ia dapat mencurigai, mengira bahwa
barang tersebut berasal dari hasil kejahatan. Misal, A menjual motor pada B
dengan harga yang jauh di bawah harga motor pada umumnya. Dan motor tersebut
tidak dilengkapi surat-surat, tapi kondisi motor masih sangat bagus. Jika
terjadi seperti ini, B sepatutnya
curiga/dapat mengira kalau motor ini
diperoleh dari hasil kejahatan.
Jadi jika unsur-unsur di
atas terpenuhi, maka perbuatan dikatakan sebagai penadahan.
Ada lagi unsur penadahan
dalam pasal 480 ayat 2. Intinya,
unsur-unsur pasalnya hampir sama. Bedanya, Pasal 480 Ayat 2 menekankan pada
tindakan “menarik keuntungan dari benda hasil kejahatan”. Jadi dalam pasal 480 ayat 2 ada unsur
“untuk mengambil untung” dari hasil barang/benda yang diperoleh dari kejahatan.
Sedang, Pasal 480 tidak perlu dengan maksud untuk mendapat atau mengambil
keuntungan untung.
Contoh Pasal 480 ayat 1:
A membeli sebuah arloji dari B yang diketahuinya arloji tersebut adalah barang
curian. Di sini tak perlu
dibuktikan, bahwa dengan membeli arloji tersebut A hendak mencari untung.
Pasal 480 ayat 2: A yang
mengetahui bahwa arloji berasal dari hasil curian, disuruh B (pemegang arloji
tersebut) untuk menjual arloji tersebut dengan harga Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah). Hasil penjualan arloji lalu dibagi dua antara A dan B masing-
masing dapat Rp. 50.000.- (lima puluh ribu) dalam hal ini B mendapat atau mengambil keuntungan dari hasil (penjualan)
arloji tersebut.
Jika tak berhati-hati,
kita bisa dengan mudah dikenakan pasal penadahan. Bisa saja ada orang
menawarkan barang yang sangat murah kepada kita dan kita tergiur membelinya.
Mengigat kebanyakan orang (mungkin) ingin dapat barang yang jauh lebih murah
dari harga pasarannya, ingin barang yang gampang dan cepat dapatnya, intinya “yang gak ribet lah”. Gak masalah gak ada surat-surat, izinnya, lebel resminya dan sebagainya yang penting barang itu bagus
dan bisa digunakan.
Padahal, barang yang
demikian patut dicurigai bersumber dari hasil kejahatan. Jika ternyata benar,
barang bersangkutan adalah hasil kejahatan, maka kita yang membelinya bisa
terkena pasal penadahan ini.
[2] Ike Pratiwi Mustafa, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penadahan (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Negeri Makassar No. 820/Pid.B/2011/Pn.Mks),
(Makasar : Skripsi.
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar, 2014), hal. 20.
0 komentar:
Posting Komentar