![]() |
Ilustrasi - Penggelapan |
Tindak
pidana penggelapan diatur dalam pasal 372-377 KUHP. Pasal 372 merupakan pasal
penggelapan biasa. Pasal 372 berbunyi;
“barangsiapa dengan sengaja
dan melawan hukum memiliki barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam
karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
dendan paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Mari
kita uraikan unsur-unsur tindakan penggelapan sebagai berikut:
1.
Barang
siapa (orang/subjek hukum)
Yaitu menunjukan orang
yang melakukan yang bisa dimintakan pertanggungjawaban secara hukum.
2.
Dengan
sengaja dan melawan hukum
Secara teoritis
pembahasan mengenai sengaja dan melawan hukum ini sangat panjang. Namun
sederhananya, yang dimaksud dengan sengaja dan melawan hukum adalah adanya niat
tidak baik dari pelaku dan ia mengetahui bahwa perbuatannya dilarang oleh hukum. Serta ia mengetahui apa yang
diperbuat akan merugikan pemilik barang tersebut. Namun tak hanya niat, tapi
harus dibarengi juga dengan suatu tindakan permulaan.[1]
3.
Memiliki
barang sebagian atau seluruhnya milik orang lain.
“Memiliki” barang tak
dimaknai secara harafiah hanya sekedar memiliki. Namun “memiliki” dalam pasal
penggelapan juga berarti menjual, memakan, membuang, menggadaikan,
membelanjakan (uang), barang milik orang lain, yang ada di bawah penguasaanya.
Misalnya A menitipkan sepeda kepada B (berarti sepeda A berada di bawah
penguasaan B), lalu B menjual sepeda A kepada C tanpa izin dan sepengetahuan A,
dan uangnya digunakan B untuk keperluan dia (keperluan B).
Sedangkan, yang dimaksud
barang di sini adalah benda bergerak[2]
dan berwujud[3] saja[4].
Benda bergerak misalnya sepeda, motor, uang, baju, kalung, dan sebagainya.
4.
Barang
tersebut dimiliki bukan karena kejahatan
Unsur
ini sangat penting. Sebab menjadi pembeda antara tindak pidana penggelapan dan
pencurian. Jika barang yang dimiliki
dari kejahatan maka itu pencurian, tapi jika barang dimiliki bukan dari kejahatan maka itu
penggelapan. Dalam tindak pidana penggelapan, biasanya terjadi melalui proses
penitipan barang, pinjam meminjam barang, sewa-menyewa, dan sebagainya.
Misalnya A meminjamkan motornya ke B, lalu B menjual motor A tersebut, dan uang
nya digunakan B untuk jalan-jalan dengan pacarnya ke Bali. Tindakan B menjual
motor A tersebut adalah penggelapan.
Jika
dilihat sekilas antara penggelapan dan pencurian ini beda-beda tipis. Bedanya,
barang yang digelapkan dalam tindak pidana penggelapan sudah berada atau
dikuasai pelaku, dimana barang itu diperoleh dengan cara yang sah/tidak melawan
hukum. Sementara dalam pencurian, barangnya tak berada dalam pengusaan si
pelaku, namun ia harus mengambilnya dulu dari si pemilik barang dengan cara
melawan hukum.
[1] Rocky, Marbun, Kiat Jitu Menyelesaikan Kasus Hukum,
(Jakarta : Visimedia, 2011), hal. 99.
[2] Pasal 509
KUHPerdata “Barang bergerak karena
sifatnya adalah barang
yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan.”
[3] Yunanda Putra, Benda Berwujud dan Tidak Berwujud Sebagai
Objek Hukum Perdata, diakses dari http://www.slideshare.net/Yeepe/benda-berwujud-dan-tidak-berwujud-sebagai-objek-hukum-11882411
tanggal 16 November 2018. “Benda berwujud
adalah kebendaan berwujud
atau bertubuh adalah
kebendaan yang dapat dilihat dengan mata dan diraba dengan
tangan”.
[4] Ferli Hidayat, Penipuan dan
Penggelapan, (2000) diakses darihttps://ferli1982.wordpress.com/2013/02/05/penipuan-penggelapan/ tanggal 16 November 2018.
0 komentar:
Posting Komentar