Dalam persidangan perceraian, tidak
tertutup kemungkinan ketidakhadiran pihak tergugat meskipun ia telah dipanggil
secara patut menurut undang-undang dimana pemanggilan tersebut dilakukan oleh
jurusita dengan membuat berita acara pemanggilan. Undang-undang mensyaratkan
pemanggilan para pihak untuk bersidang dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali
pemanggilan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam pasal 126 – 127 HIR (Herziene
Indonesisch Reglement / Reglemen Indonesia Baru -RIB) :
“ …., Pengadilan Negeri, sebelum
menjatuhkan keputusan, dapat memerintahkan supaya pihak yang tidak hadir
dipanggil pada kedua kali datang menghadap pada hari persidangan yang datang,
yang diberitahukan oleh ketua kepada yang hadir, untuk siapa pemberitahuan ini
berlaku seperti panggilan. Jika tergugat tidak menghadap dan juga tidak
menyuruh orang lain hadir selaku wakilnya, maka pemeriksaan perkara diundur sampai
ke hari persidangan lain, sedapat mungkin jangan lama.”
Jika setelah melewati 3 (tiga) kali
pemanggilan ternyata tergugat tidak hadir maka jatuhlah bagi pihak yang tidak
hadir tersebut putusan verstek. Putusan Verstek adalah putusan hakim yang
bersifat declaratoir (op tegenspraak) tentang ketidakhadiran tergugat meskipun
ia menurut hukum acara harus datang. Terhadap kondisi verstek ini, tuntutan
penggugat tidak berarti serta merta akan dikabulkan seluruhnya. Perkara tetap
diperiksa menurut hukum acara yang berlaku. Pasal 125 HIR menentukan, bahwa
untuk putusan verstek yang mengabulkan gugatan harus memenuhi syarat-syarat
seperti petitum tidak melawan hukum dan memiliki cukup alasan.
Permasalahannya, tenggang waktu
sejak putusan cerai dibacakan oleh hakim sampai dengan juru sita pengadilan
melakukan pemberitahuan putusan tersebut terkadang memakan waktu yang terlalu
lama. Bisa jadi putusan dibacakan awal bulan November 2008 tetapi pemberitahuan
putusan dilakukan baru pada 1 Desember 2009. Kalau ditanya kepada juru sita
yang bersangkutan maka ada berbagai macam alasan, entah itu putusan belum
ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan, putusan belum selesai diketik dan
lain sebagainya. Tapi karena hukum acara telah mengatur demikian maka penggugat
cerai harus tetap sabar.
Implikasi hukum dari putusan verstek
dalam perceraian adalah menyampingkan Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan
perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan
sidang Pengadilan. Perceraian dengan putusan verstek mensyaratkan bahwa
perceraian itu terjadi terhitung sejak putusan perceraian itu diberitahukan
kepada pihak yang verstek bukan terhitung sejak perceraian tersebut dinyatakan
di depan sidang pengadilan. Hal ini sebagaiman aturan hukum Pasal 128 ayat (1)
HIR yang menyatakan bahwa keputusan hakim yang menyatakan verstek, tidak boleh
dijalankan, sebelum lewat 14 (empat belas) hari sesudah pemberitahuan. Jadi,
berdasarkan pasal 128 ayat (1) HIR seorang penggugat cerai tidak bisa langsung
mendaftarkan putusan cerai tersebut kepada kantor catatan sipil dimana
perceraian itu terjadi. Penggugat cerai masih harus menunggu masa pemberitahuan
putusan cerainya.
0 komentar:
Posting Komentar