google-site-verification: google9a13747b79e1f4cd.html SURAT DAKWAAN | Artikel Law Office MAH
SEMUA ARTIKEL
M.Ardiansyah Hasibuan

SURAT DAKWAAN


A. Pengertian dan Syarat
Surat Dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana. Demi keabsahannya, maka surat dakwaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a.      Syarat Formil
Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1.       Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;
2.      Berisi identitas terdakwa/para terdakwa
meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP). Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain.
Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkanoleh hakim (vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan.

b.   Syarat Materiil
1.       Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan
Dalam menyusun surat dakwaan, Penguraian unsur mengenai waktu tindak pidana dilakukan adalah sangat penting karena hal ini berkaitan dengan hal-hal mengenai azas legalitas, penentuan recidive, alibi, kadaluarsa, kepastian umur terdakwa atau korban, serta hal-hal yang memberatkan terdakwa. Begitu juga halnya dengan penguraian tentang tempat terjadinya tindak pidana dikarenakan berkaitan dengan kompetensi relatif pengadilan, ruang lingkup berlakunya UU tindak pidana serta unsur yang disyaratkan dalam tindak pidana tertentu misalnya “di muka umum, di dalam pekarangan tertutup) dan lain-lain.
2.      Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.
a.    Uraian Harus Cermat
Dalam penyusunan surat dakwaan, penuntut umum harus bersikap cermat/ teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. 
b.    Uraian Harus Jelas
Jelas adalah penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/ delik yang didakwakan secara jelas dalam arti rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan  dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/ digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu (medeplichting). Apakah unsur yang diuraikan tersebut sebagai tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pencurian dan sebagainya. Dengan perumusan unsur tindak pidana secara jelas dapat dicegah terjadinya kekaburan dalam surat dakwaan (obscuur libel). Pendek kata, jelas berarti harus menyebutkan :
1.      Unsur tindak pidana yang dilakukan;
2.      fakta dari perbuatan materiil yang mendukung setiap unsur delik;
3.      cara perbuatn materiil dilakukan.
c.    Uraian Harus Lengkap
Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus diuraikan unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap dalam arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam surat dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang ketinggalan.
            Sebelum membuat Surat Dakwaan yang perlu diperhatikan tindak pidana yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan ialah pasal yang mengatur tindak pidana tersebut. Apabila penuntut sudah yakin atas tindak pidana yang akan didakwakan melanggar pasal terntu dalam KUHP, lalu yang perlu dilakukan oleh Penuntut Umum adalah membuat matriks tindak pidana tersebut. Matriks adalah kerangka dasar sebagai sarana mempermudah dalam pembuatan Surat Dakwaan. Matriks disusun sesuai dengan isi dan maksud pasal 143 KUHAP, karena Surat Dakwaan terancam batal apabila tidak memenuhi pasal 143 ayat (2) a dan b KUHAP. Bentuk matriks tersebut adalah sebagai berikut.
Syarat Formil
Syarat Materiil
Alat Bukti
Kualifikasi
Identitas Terdakwa
Locus & Tempus delictie
Pasal Delik
Unsur Pasal Delik
Perbuatan Materiil







Uraian Matriks
Ø  Identitas Tersangka/terdakwa
Dalam menyusun urutan identitas tersangka atau terdakwa disesuaikan dengan urutan yang diatur dalam pasal 143 (2) a KUHAP
Ø  Locus & Tempus Delictie
Tempat dan waktu terjadinya delik dinyatakan jelas :
a.  Tempat :  disebutkan kampung, kelurahan, kecamatan dan kabupaten
b.  Waktu   : dijelaskan jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dan juga disebutkan waktu yang lain apabila dalam undang-undang itu ditentukan
Ø  Pasal Delik yang dilanggar
Pasal dari delik yang akan didakwakan harus jelas
Ø  Unsur delik
Unsur delik disusun sesuai dengan bunyi undang-undangnya, unsur delik ditulis dengan terperinci dan unsur dari satu tindak pidana tidak boleh lebih dari satu pun ketinggalan
Ø  Perbuatan materiil atau fakta
-     uraian perbuatan materiil harus berupa pengertian yuridis dan perbuatan yang menggambarkan dari tiap unsur delik
-     Uraian harus jelas dari tiap unsur delik dan terpisah antara unsur delik satu dengan unsur delik yang lain
Ø  Alat bukti
Alat bukti di sini adalah semua alat bukti yang sah menurut hukum yang terdapat dalam Berita Acara dan mendukug pembuktian tindak pidana yang didakwakan.
Ø  Kualifikasi
Dengan uraian perbuatan materiil yang didukung oleh alat bukti dapat ditentukan kualifikasi tindak pidana yang akan dibuktikan di muka sidang pengadilan.
            Surat dakwaan disusun sesuai dengan isi matriks (seperti di atas) secara cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan syarat formil dan materiil yang diatur dalam pasal 143 (2) a dan b KUHAP.

B.     Bentuk Surat Dakwaan
Dalam KUHAP tidak pernah diatur berkenaan dengan bentuk dan susunan dari Surat Dakwaan. Sehingga dalam praktek hukum masing-masing penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan pada umumnya dipengaruhi oleh strategi dan rasa seni sesuai dengan pengalaman prakteknya masing-masing namun demikian tetap berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalalm pasal 143 ayat 2 KUHAP. Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan antara lain :[1]
1)      Surat Dakwaan Tunggal
Dalam Surat Dakwaan tunggal terhadap terdakwa hanya didakwakan melakukan satu tindak pidana saja yang mana penuntut umum merasa yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut, misalnya penuntut umum merasa yakin apabila terdakwa telah melakukan perbuatan “pencurian” sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP maka terdakwa hanya didakwa dengan pasal 362 KUHP.
2)     Surat Dakwaan Subsider/Berlapis
Dalam Surat Dakwaan yang berbentuk subsider di dalamnya dirumuskan beberapa tindak pidana secara berlapis dimulai dari delik yang paling berat ancaman pidannya sampai dengan yang paling ringan. Akan tetapi yang sesungguhnya didakwakan terhadap terdakwa terdakwa dan yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan hanya “satu” dakwaan. Dalam hal ini pembuat dakwaan bermaksud agar hakim memeriksa  Dalam praktiknya Surat Dakwaan disusun sebagai berikut:
Primair:
Bahwa ia terdakwa …………………dst (melanggar pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa …………………dst (melanggar pasal 338 KUHP)
Lebih Subsidair :
Bahwa ia terdakwa …………………dst (melanggar pasal 355 ayat (2) KUHP)
3)     Surat Dakwaan Alternatif
Dalam Surat Dakwaan yang berbentuk alternatif, rumusannya mirip dengan  bentuk Surat Dakwaan Subsidair, yaitu yang didakwakan adalah beberapa delik, tetapi sesungguhnya dakwaan yang dituju dan yang harus dibuktikan hanya satu tindak pidana. Jadi terserah kepada penuntut umum tindakan mana yang dinilai telah berhasil dibuktikan di depan pengadilan tanpa terkait pada urutan dari tindak pidana yang didakwakan. Sering terjadi penuntut umum mendapatkan suatu kasus pidana yang sulit menentukan salah satu pasal diantara 2-3 pasal yang saling berkaitan unsurnya, karena tidak pidana itu unsure yang menimbulkan keraguan bagi penuntut umum untuk menentukan diantara 2 pasal atau lebih atas satu tindak pidana. Dalam praktek disusun sebagai berikut :
Pertama:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 362 KUHP)
Atau
Kedua :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 372 KUHP)
Atau
Ketiga :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
4)     Surat Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan Kumulatif didakwakan secara serempak beberapa delik/ dakwaan yang masing-masing berdiri sendiri (Samenloop/Concursus/ Perbarengan), yang dalam praktik disusun sebagai berikut:
Kesatu :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 365 KUHP)
Kedua:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 368 KUHP)
Ketiga:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
5)     Surat Dakwaan Kombinasi
Dalam Surat Dakwaan Kombinasi didakwakan beberapa delik secara kumulatif yang terdiri dari dakwaan subsider dan dakwaan alternatif secara serempak/ sekaligus, yang dalam praktik disusun sebagai berikut :
Kesatu :
Primair:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 338 KUHP)
Kedua :
Pertama:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 368 KUHP)
Atau
Kedua:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
Atau
Ketiga :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 372 KUHP)





[1] H.M.A. Kuffal, SH. 2003.Penerapan KUHAP  dalam Praktik Hukum. Malang. UMM Press

0 komentar:

Posting Komentar

Most Trending