1.
Pengertian
a.
Pemeriksaan adalah kegiatan untuk memperoleh keterangan,
kejelasan, dan keidentikan dari tersangka, saksi, ahli tentang barang bukti
maupun unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau
peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi
jelas, dituangkan didalam berita acara pemeriksaan.
b.
Pemeriksa adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan baik sebagai penyidik maupun
penyidik pembantu.
c.
Keterangan saksi adalah salah satu
alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
d.
Pemeriksaan Surat
Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui
kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan telekomunikasi atau
pengangkutan (pasal 47 ayat (1) KUHAP).
e.
Berita Acara Pemeriksaan tersangka, saksi
dan ahli adalah catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk
tertentu oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan,
diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penyidik atau penyidik pembantu dan
tersangka serta ahli yang diperiksa, memuat uraian tindak pidana yang
dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu pidana
dilakukan, identitas penyidik/penyidik pembantu dan yang diperiksa, keterangan
yang diperiksa.
2.
Ketentuan Hukum
a.
Pasal 1 angka 26, 27, 28, 29 dan 30,
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 2,Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 8, pasal 47
ayat (1) ,Pasal 50 ayat (1), Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55,
Pasal 56, Pasal 71, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal
115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118 dan Pasal 119 KUHAP.
b.
Pasal 13, Pasal 14 ayat (1) huruf g,
Pasal 16 ayat (1) huruf f , Pasal 18 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c.
Pasal 63, 64, 65, 66, 67 dan 68
Perkap nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan.
3.
Persiapan
1)
Dasar
Laporan
Polisi ( Laporan Polisi Model A atau Model B atau Model C )
2)
Pemeriksa.
a) Mempunyai
kewenanganan melakukan pemeriksaan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan, baik
sebagai Penyidik /Penyidik
Pembantu, berdasarkan Skep Penyidik/Penyidik Pembantu dan surat perintah
penyidikan.
b) Mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Peraturan
Perundangan-Undangan / Hukum-hukum lainnya.
c) Mempunyai
pengetahuan yang cukup dan mahir melaksanakan fungsi tehnis profesional
kepolisian dibidang penyidikan khususnya
kemahiran tentang taktik dan teknik pemeriksaan.
d) Mempunyai
pengetahuan dan menguasai kasus tindak pidana dengan baik, berdasarkan
Laporan Polisi, Laporan Hasil Penyelidikan, Berita Acara Pemeriksaan di
tempat Kejadian Perkara, informasi dan data lainnya.
e) Memiliki kepribadian
:
(1) percaya pada
diri sendiri.
(2) Mempunyai
kemampuan menghadapi orang lain/adaptif.
(3) Tidak mudah terpengaruh.
(4) Sopan, Sabar, dapat
mengendalikan emosi.
(5) Kemampuan
menilai dengan tepat dan bertindak cepat dan obyektif.
(6) Tekun, ulet dan
mampu mengembangkan inisiatip.
f)
Mampu mempersiapkan rencana pemeriksaan dan membuat draf pertanyaan sesuai dengan materi perkara yang ditangani.
3)
Yang diperiksa.
a) Tersangka,
saksi / ahli, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
b) Tersangka,
saksi / ahli, bebas dari rasa takut.
c) Tersangka,
dipanggil dengan panggilan yang sah kecuali bila tersangka ditangkap /
tertangkap tangan.
d) Saksi / ahli dipanggil dengan panggilan yang
sah.
4)
Tempat
Pemeriksaan.
a) Ditentukan/ditetapkan
secara khusus sebagai tempat untuk melakukan pemeriksaan baik dikantor penyidik
/ penyidik pembantu atau tempat-tempat lain yang dijadikan tempat
pemeriksaan.
b) Dalam hal
saksi / saksi ahli telah dua kali dipanggil secara bertutut-turut dengan surat
panggilan yang sah, namun
tidak bisa hadir dengan alasan yang patut dan wajar maka
pemeriksaan dapat dilakukan di rumah / kediamannya atau tempat-tempat lain yang
disepakati bersama.
c) Tempat
pemeriksaan harus sedemikian rupa/layak sehingga tidak
menimbulkan kesan menakutkan / menyeramkan dan dalam suasana tenang.
d) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan
diluar wilayah yuridiksi kesatuan penyidik, maka pelaksanaan pemeriksaan agar
didampingi oleh penyidik setempat.
e) Apabila pemeriksaan dilaksanakan di
Luar Negeri maka hasil BAP harus dilegalisir Perwakilan Negara Republik
Indonesia dan saksi /ahli harus disumpah.
f) Tempat
pemeriksaan harus terjamin keamanannya.
g) Tersedia tempat
bagi penasehat hukum.
h) Bila
memungkinkan dibuat ruang khusus pemeriksaan tersangka / saksi dengan segala
prasarana dan sarana yang diperlukan.
5)
Saat mulai
pemeriksaan.
a) Pemeriksaan
agar dilakukan sesegera
mungkin / tepat waktu sesuai waktu panggilan.
b) Setelah
penangkapan dilaksanakan terhadap tersangka agar segera diadakan pemeriksaan.
c) Dalam waktu
satu hari ( 1 X 24 jam ) setelah perintah penahanan dilaksanakan, tersangka
harus mulai diperiksa
(Pasal 122 KUHAP).
d) Hindarkan
pertanyan-pertanyaan yang dapat menimbulkan situasi perdebatan yang tidak perlu
maupun pembicaraan yang emosional.
e) Hindari agar
pemeriksa jangan sampai dipengaruhi tersangka atau saksi / ahli.
f) Agar
memperhatikan norma-norma kesopanan dan kesusilaan, terutama apabila tersangka
atau saksi seorang wanita.
g) Dalam hal
tersangka / saksi agak sulit / kurang
lancar dalam mengemukakan keterangan, maka agar dibantu atau dibimbing sehingga
dapat memberikan gambaran yang jelas tentang seseorang, keadaan dan terjadinya tindak pidana
secara lengkap, sistematis dan berurutan.
h) Pemeriksaan
tersangka atau saksi pada prinsipnya tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak
berkepentingan dengan pemeriksaan.
i) Hendaknya
dibangkitkan rasa simpati dan dicegah jangan sampai menimbulkan sikap yang
bertentangan.
j) Pertanyaan-pertanyaan
harus singkat, padat dan jelas, sehingga mudah dimengerti oleh tersangka, saksi
dan ahli.
k) Untuk
memperoleh keterangan yang lebih meyakinkan pemeriksa agar mengulang pertanyaan
yang sama kepada tersangka, saksi dan ahli.
l) Tidak
memberikan kesempatan kepada tersangka, saksi dan ahli untuk membuat keterangan
yang bersifat khayalan atau keterangan yang tidak benar.
m) Agar bersikap
sabar, tekun dan ulet dalam menghadapi tersangka, saksi dan ahli yang
berbelit-belit.
n) Kepada
tersangka, saksi dan ahli supaya disuruh mengenali, diperlihatkan kembali barang
bukti yang didapatkan dan keterangannya supaya dimuat dalam berita acara
pemeriksaan atas dirinya.
o) Keterangan
tersangka atau saksi / ahli wajib ditulis secara teliti dan lengkap dalam
berita acara pemeriksaan.
6)
Sarana
Pemeriksaan.
a) Ruangan pemeriksaan yang layak.
b) Meja dan kursi
sesuai kebutuhan.
c) Mesin tulis / komputer.
d) Alat-alat
tulis.
e) Tape recorder
dan alat-alat elektronika sebagai pendukung pemeriksaan
(bila diperlukan).
f) Kelengkapan
administrasi penyidikan.
7)
Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan.
a)
Persyaratan Formal.
(1) Pada halaman
pertama disebelah sudut kiri atas disebutkan nama kesatuan dan wilayah.
(2) Dibawahnya nama
kesatuan ditulis kata-kata “ PRO JUSTITIA “.
(3) Pada
tengah-tengah bagian atas halaman pertama ditulis kata-kata “ BERITA ACARA
PEMERIKSAAN “ dan dibawahnya antara tanda kurung dituliskan
TERSANGKA / SAKSI / AHLI, isi berita acara pemeriksaan dimulai
dibawahnya.
(4) Disebelah kiri
dari setiap lembaran Berita Acara Pemeriksaan dikosongkan selebar ¼ halaman
yang disebut marge yang maksudnya disediakan untuk tempat perbaikan apabila
terjadi kekeliruan dalam penulisan materinya.
(5) Pada
pendahuluan Berita Acara pemeriksaan dicantumkan :
(a)
Hari, tanggal, bulan, tahun dan waktu pembuatan
(huruf pertama diawali 7 ketikan).
(b)
Nama, pangkat, Nrp, Jabatan dan kesatuan dari penyidik serta Skep
penyidik.
(c)
Nama (nama lengkap), termasuk nama kecil, alias (nama panggilan), tempat
dan tanggal lahir (umur) agama, kewarganegaraan, tempat tinggal atau kediaman
dan pekerjaan dari tersangka / saksi / ahli, berdasarkan keterangannya dan
dicocokkan dengan identitas diri dalam Kartu Penduduk / Passport / Kartu Pengenal
lainnya ( SIM, STNK, dll ).
(d) Diperiksa
selaku tersangka atau saksi / ahli.
(e) Alasan
pemeriksaan ( dalam hubungan dengan tindak pidana yang terjadi dengan
menyebutkan pasal Undang-Undang yang dilanggar serta menyebutkan nomor dan tanggal
laporan polisi.
(6) Pada akhir
Berita Acara Pemeriksaan terdapat kolom tanda tangan yang diperiksa dan
pihak-pihak lain yang terlibat, kemudian Berita Acara Pemeriksaan ditutup dan
ditandatangani oleh Penyidik.
(7) Bila yang
diperiksa tidak dapat membaca dan menulis (buta huruf), maka kolom tanda tangan
dibubuhkan cap jempol / tiga jari kanan ( telunjuk, jari tengah, jari manis )
kiri / kanan sesuai dengan keadaan yang paling memungkinkan dari pada yang
diperiksa tersebut.
(8) Apabila yang
diperiksa tidak mengerti atau memahami bahasa Indonesia, maka kepada yang
diperiksa harus didampingi
oleh penterjemah bahasa
yang dikuasai orang yang diperiksa.
Terhadap transleter atau penerjemah
bahasa yang ditunjuk oleh penyidik harus yang mempunyai kualifikasi dan ada
surat penunjukan dari pejabat yang berwenang, apabila pada suatu wilayah tidak
ada penerjemah yang berkualifikasi maka penyidik menunjuk penerjemah yang ada
di wilayah tersebut.
(9)
Apabila yang diperiksa mengalami
tuna rungu dan tuna wicara maka penyidik wajib mencari ahli bahasa isyarat
untuk mendampingi pemeriksaan sebagai penerjemah.
(10) Bagi yang diperiksa dikarenakan
cacat tubuh tidak memiliki kedua belah tangan, maka pemeriksa membubuhkan
keterangan tentang keadaan terperiksa dan diketahui oleh saksi lain.
(11) Setiap halaman, kecuali halaman
terakhir yang memuat tanda tangan yang diperiksa, harus diberi paraf yang
diperiksa dipojok kanan bawah.
(12) Dalam hal pemeriksaan belum dapat
diselesaikan, maka pemeriksaan maupun pembuatan Berita Acara Pemeriksaan dapat
dihentikan sementara dengan menutup dan menandatangani BAP tersebut oleh yang
diperiksa dan penyidik serta semua pihak yang terlibat.
(13) Untuk melanjutkan Berita Acara
Pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan, maka pembuatan Berita Acara
Pemeriksaan (Lanjutan) dilaksanakan sebagai berikut :
(a) Halaman
berikut.
(b) Ditulis nama kesatuan
dan memakai kata-kata PRO JUSTITIA.
(c) Judul berita
Acara Pemeriksaan adalah : Berita Acara Pemeriksaan Lanjutan Tersangka / saksi
/ Ahli.
(d) Nomor
pertanyaan melanjutkan nomor pertanyaan Berita Acara Pemeriksaan sebelumnya.
(e) Pengantar
pembuatan Berita Acara Pemeriksaan lanjutan dibuat sebagaimana Berita Acara
sebelumnya.
(14) Bilamana
tersangka/ saksi/ ahli tidak mau menanda tangani Berita Acara Pemeriksaan,
dibuatkan Berita Acara penolakan dengan menuliskan alasan-alasannya.
(15) Apabila
tersangka / saksi didampingi juru bahasa/ahli
bahasa isyarat maka agar disebutkan dalam uraian setelah kata-kata
” setelah Berita Acara Pemeriksaan ini selesai dibuat, maka ...... dst
” Selanjutnya juru bahasa / ahli isyarat turut menanda
tangani Berita Acara Pemeriksaan dimaksud, disamping tanda tangan yang
diperiksa.
(16) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan
di Luar Negeri maka pada saat pemeriksaan harus didampingi dari perwakilan
negara Republik Indonesia ( Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal atau Konsuler
) dan hasil Berita Acara Pemeriksaan dilegalisir oleh Perwakilan Negara Republik
Indonesia di negara tersebut.
(17) Harus diketik
diatas kertas folio warna putih, dengan jarak antara baris kalimat
sebesar 1 ½ ( satu setengah ) spasi.
(18) Diantara baris
awal tidak boleh dituliskan apapun, pada setiap awal kalimat dimulai 7 (tujuh)
ketikan.
(19) Pada setiap
awal dan akhir kalimat, apabila masih ada ruang kosong diisi dengan garis
putus-putus.
(20) Bilamana ada
tulisan-tulisan yang salah, jangan sekali-kali menghapus dengan alat-alat
apapun dan menindih dengan huruf atau kata-kata lain.
(21) Bilamana ada
tulisan-tulisan yang salah dan perlu diperbaiki supaya yang salah tersebut
dicoret dan diparaf pada ujung atau kitri dan kanan, perbaikannya ditulis pada
marge dan diparaf pada ujung kiri dan kanan dengan didahului kata-kata
”SAH DIGANTI”.
(22) Kata-kata harus
ditulis dengan lengkap, jangan menggunakan singkatan, kecuali singkatan
kata-kata yang resmi
dan sudah umum digunakan.
(23) Penulisan angka
yang menyebutkan
jumlah, harus di
ulangi dengan huruf dalam kurung.
(24) Nama orang
harus ditulis dengan huruf besar ( huruf balok ) dan diberi garis bawah.
b)
Persyaratan
Materil.
Tindak pidana adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang/lebih,
badan hukum pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang diancam dengan pidana
atau Undang-undang, bersifat melawan hukum yang memenuhi unsur-unsur yaitu:
(1) Subyek
(2) Kesalahan
(3) Bersifat
melawan hukum (ciri tindakan)
(4) Suatu tindakan
yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/ dan terhadap pelanggarannya
diancam pidana
(5)
Waktu, tempat,
dan keadaan
Persyaratan materil yang
harus dipenuhi dalam suatu berita acara pemeriksaan terdiri atas :
(1)
Keseluruhan
isi/materi Berita Acara Pemeriksaan agar memenuhi jawaban atas pertanyaan 7
(tujuh) KAH yaitu :
(a) Siapakah.
”Siapakah”
mengandung pengertian agar dapat menjawab tentang orang-orang yang diperlukan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan antara lain sebagai berikut :
-
Siapa yang
melaporkan / mengadukan.
-
Siapa yang
pertama-tama mengetahui.
-
Siapa korban /
yang dirugikan.
-
Siapa pelakunya
/ tersangkanya.
-
Siapa
saksi-saksinya.
-
Siapa yang
terlibat lainnya.
(b) Apakah.
”Apakah”
mengandung pengertian agar dapat
menjawab tentang peristiwa, alat, penyebab
dan latar belakangnya dengan mengajukan pertanyaan antara lain sebagai berikut
:
-
Apa yang telah
terjadi ( Peristiwanya).
-
Apa yang dilakukan
tersangka dan saksi-saksi.
-
Apa alat yang
digunakan.
-
Apa akibat yang
ditimbulkan.
-
Apa kerugian
yang dialami.
-
Apa penyebab
timbulnya kejadian.
-
Apa sebab
tersangka / saksi melakukan.
(c) Dimanakah.
”Dimanakah”
mengandung pengertian agar dapat menjawab tempat-tempat tertentu dengan
pertanyaan-pertanyaan antara lain sebagai berikut :
-
Dimanakah
peristiwa itu terjadi.
-
Dimanakah
korban berada sebelum kejadian , pada saat kejadian dan saat ditemukan.
-
Dimanakah
benda-benda/barang-barang bukti itu ditemukan dan dimana sebelum ditemukan.
-
Dimanakah
saksi-saksi ketika tindak pidana terjadi.
-
Dimanakah
tersangka berada pada waktu tindak pidana terjadi.
(d) Dengan apakah.
”Dengan apakah”
mengandung pengertian agar dapat menjawab tentang alat yang dipergunakan dengan
mengajukan pertanyaan, antara lain sebagai berikut :
-
Dengan apakah
tersangka melakukan perbuatannya.
-
Dengan apakah
tersangka membawa korban / barang.
-
Dengan apakah
saksi dapat melakukan.
(e) Mengapakah.
”Mengapakah”
mengandung pengertian agar dapat menjawab latar belakang kejadian, dengan pertanyaan-pertanyaan
antara lain :
-
Mengapakah
perbuatan itu dilakukan.
-
Mengapa menggunakan alat / cara-cara
itu.
(f)
“Bagaimanakah” mengandung pengertian agar dapat menjawab tentang cara
perbuatan itu dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, antara lain
sebagai berikut :
-
Bagaimanakah cara melakukan perbuatan itu.
-
Bagaimana cara amendapatkan sesuatu (baik tersangka / saksi ).
(g)
Bilamanakah
“Bilamanakah”
mengandung pengertian agar dapat menjawab tentang waktu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, antara lain sebagai berikut :
-
Bilamana perbuatan / tindak pidana dilakukan terjadi.
-
Bilamana
kejadian tersebut dilaporkan.
-
Bilamana korban
ditemukan.
-
Bilamana korban
meninggal; dunia dan lain-lain.
Keseluruhannya
agar memuat uraian keterangan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
dipersangkakan.
c) Bentuk Berita
Acara Pemeriksaan tersangka, saksi dan ahli.
Pada dasarnya
Bentuk Berita Acara Pemeriksaan tersangka saksi dan ahli berisikan gambaran /
kontruksi suatu tindak pidana, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu
bentuk cerita / pertanyaan kronologis, Tanya jawab dan gabungan antara bentuk
cerita dengan tanya jawab.
(1) Bentuk cerita
pertanyaan.
Berita Acara
Pemeriksaan dalam bentuk cerita / pertanyaan adalah serangkaian jawaban atas
pertanyaan lisan yang diajukan oleh pemeriksa kepada yang diperiksa disusun
dalam kalimat sehingga merupakan rangkaian
kejadian yang memenuhi jawaban-jawaban atas pertanyaan 7 KAH serta
memenuhi unsur-unsur tindak pidana.
(2) Bentuk tanya jawab.
Berita Acara
Pemeriksaan dalam bentuk tanya jawab disusun dalam bentuk tanya jawab antara
penyidik dengan yang diperiksa sehingga memberikan gambaran kejadiannya secara
jelas dan memenuhi jawaban-jawaban atas pertanyaan 7 KAH serta unsur-unsur
tindak pidananya.
(3) Bentuk Gabungan cerita dan tanya jawab.
Berita Acara
Pemeriksaan dalam bentuk gabungan cerita dan tanya jawab pada hakekatnya
disusun dalam bentuk tanya jawab dan dalam hal tertentu diselingi dengan bentuk
cerita / pertanyaan.
b.
Pemeriksaan saksi, ahli dan
tersangka
1)
Persiapan:
a)
Penunjukan Pejabat Penyidik/Penyidik
Pembantu yang akan melakukan pemeriksaan.
b)
Penentuan waktu, tempat dan target
pemeriksaan.
c)
Pemeriksa sudah mempelajari kasus
tindak pidana yang terjadi berdasarkan : Laporan Polisi, Berita Acara
Pemeriksaan di tempat Kejadian Perkara (TKP), Laporan hasil penyelidikan dan
keterangan lain yang ada (Riwayat hidup, catatan residivis) agar diperoleh
suatu gambaran tentang tindak pidana yang terjadi (posisi kasus).
d)
Menyusun dan merumuskan daftar
pertanyaan pemeriksaan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan 7 KAH,
meliputi :
1)
Pertanyaan awal, yaitu pertanyaan
terutama yang menyangkut identitas tersangka, saksi dan ahli atau biodata
(riwayat hidup) tersangka.
2)
Pertanyaan pokok, yaitu pertanyaan
yang mengarah kepada jawaban unsur-unsur tindak pidana yang dipersangkakan.
3)
Pertanyaan tambahan, yaitu
pertanyaan yang merupakan hasil pengembangan pertanyaan pokok, pertanyaan yang
mengandung hal-hal yang meringankan atau memberatkan serta latar belakang dan
faktor yang mendorong dilakukannya tindak pidana.
e)
Menentukan urut-urutan tersangka
atau saksi/ahli yang akan diperiksa berdasarkan kadar keterlibatan atau
pengetahuan tentang tindak pidana yang terjadi.
f)
Menyiapkan/menunjuk penasihat hukum
dalam hal tersangka melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau
pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam
dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri
(pasal 56 KUHAP).
g)
Penelitian identitas yang diperiksa:
1)
Teliti terlebih dahulu identitas
oarang yang akan diperiksa agar tidak terjadi kekeliruan.
2)
Cara penelitian identitas dapat
dilaksanakan melalui pengecekan tanda pengenal orang yang akan diperiksa
(antara lain melalui : KTP, SIM, PASSPORT, atau tanda pengenal lainnya).
h)
Dalam hal diperlukan,
pemeriksa (Penyidik/Penyidik Pembantu) dapat mengadakan konsultasi/meminta
bantuan ahli antara lain psycholog atau psychiater tentang kepribadian atau
keadaan kejiwaan tersangka/saksi.
i)
Dalam hal tersangka/saksi belum bisa
diambil keterangannya atas permintaan/pemberitahuan tersangka/saksi tersebut
karena alasan kesehatan, maka pemeriksa (Penyidik/Penyidik Pembantu) dapat
meminta bantuan dokter
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka/saksi yang
bersangkutan.
j)
Melakukan pendekatan:
1)
Untuk memudahkan/melancarkan
jalannya pemeriksaan, supaya diadakan pendekatan kepada yang diperiksa
(tersangka/saksi/ahli) menyangkut sifat, watak dan tingkat kecerdasannya.
2)
Bila perlu untuk pendekatan kepada
yang diperiksa dapat meminta bantuan ahli antara lain psycholog, psychiater,
juru bahasa termasuk juru bahasa isyarat.
k)
Penampilan pemeriksa:
1)
Tampilkan diri sebagai seorang yang
hendak berusaha untuk menggali kebenaran dalam rangka menegakkan hukum
agar yang diperiksa tidak mempunyai kesan, bahwa yang bersangkutan dipaksa
untuk memberikan pengakuan.
2)
Berpakaian rapi dan sopan serta
bersikap baik (correct).
3)
Duduk dengan sikap yang baik pada
waktu berhadapan dengan yang diperiksa.
4)
Perlakukan yang diperiksa secara
wajar dan pandanglah dia sebagai manusia dengan sifat-sifat dan harkat
kemanusiaannya.
4.
Tata Cara Pemeriksaan
a.
Pemeriksaan Saksi.
Saksi
diperiksa dengan tidak disumpah, kecuali ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia
tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan, maka pemeriksaan
terhadap saksi dilakukan diatas sumpah (Pasal 116 ayat (1) KUHAP). Dalam
hal ini disaksikan/didampingi rohaniawan.
1)
Saksi diperiksa secara tersendiri,
tetapi boleh dipertemukan satu dengan yang lain (konfrontasi) dan mereka wajib
memberikan keterangan yang sebenarnya. (Pasal 116 ayat (2) KUHAP).
2)
Saksi yang dipanggil wajib datang
pada Penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan
perintah kepada petugas untuk membawa saksi tersebut kepadanya (Pasal 112
ayat (2) KUHAP).
3)
Saksi dalam memberikan keterangan
tidak boleh diperlakukan dengan melakukan tekanan atau kekerasan dalam bentuk
apapun oleh siapapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP).
4)
Saksi dapat menolak memberikan
kesaksian karena ada hubungan keluarga dengan tersangka sampai derajat ketiga
karena berdasarkan hubungan darah/keluarga atau karena akibat perkawinan maupun
karena situasi tertentu, mereka itu adalah :
a)
Karena ada hubungan darah/keluarga.
b)
Karena akibat perkawinan.
c)
Orang lain yang karena sebab
tertentu berhak untuk menolak memberikan kesaksian.
5)
Penyidik/Penyidik Pembantu
menanyakan kepada saksi apakah ada hubungan keluarga dengan tersangka, bila ada
hubungan keluarga dipertanyakan apakah saksi bersedia untuk diperiksa bila
tidak bersedia maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan.
b.
Pemeriksaan Ahli
1)
Apabila dalam pemeriksaan suatu
tindak pidana terhadap hal-hal tertentu yang hanya dapat
diterangkan/dijelaskan oleh orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus
dalam bidang tertentu, untuk kepentingan penyidikan, maka penyidik/penyidik
pembantu dapat minta pendapat kepada orang ahli/yang memiliki keahlian khusus
dimaksud.
2)
Permintaan pendapat tersebut dapat
dilakukan dengan mengajukan permintaan secara tertulis keterangan keahlian atau
dengan memanggil orang ahli/yang memiliki keahlian khusus tersebut dengan
surat panggilan yang sah, guna didengar keterangan keahliannya.
3)
Keterangan keahlian oleh ahli
tersebut diberikan dengan mengangkat sumpah/mengucapkan janji dihadapan
penyidik/penyidik pembantu bahwa ia akan memberikan keterangan menurut keahlian
yang sebaik-baiknya, kecuali disebabkan karena harkat dan martabat,pekerjaan
atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta.
4)
Penyidik/Penyidik Pembantu
menuangkan keterangan yang diberikan oleh ahli tersebut dalam Berita Acara
Pemeriksaan Ahli.
5)
Dalam hal penyidik/penyidik pembantu
meminta pendapat kepada ahli, maka penyidik/penyidik pembantu mengirimkan
barang-barang bukti/surat-surat atau korban tersebut kepada ahli yang
bersangkutan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna
mendapatkan keterangan ahli atau berita acara hasil pemeriksaan ahli.
6)
Penyidik/Penyidik Pembantu dapat
meminta pendapat orang ahli/orang yang memiliki keahlian khusus (Pasal 120 ayat
(1) KUHAP).
7)
Ahli mengangkat sumpah atau
mengucapkan janji dihadapan penyidik, kecuali bila disebabkan karena harkat
serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan menyimpan rahasia,
dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta (Pasal 120 ayat (2)
KUHAP).
c.
Pemeriksaan Tersangka
Pemeriksaan
terhadap tersangka, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1)
Setelah penangkapan terhadap
tersangka, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a)
Sebelum dilakukan pemeriksaan Pro
Justitia, dilakukan tanya jawab secara lisan untuk menggali informasi awal
tentang perbuatan pidana yang dilakukannya.
b)
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan
untuk menguji kebenaran keterlibatan tersangka. Keterangan-keterangan yang
diberikan agar diseleksi/dipilih yang berkaitan dengan unsur-unsur tindak
pidana dan disusun kembali serta dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (Trickery
approach).
c)
Dalam hal tersangka mungkir :
(1)
Perlihatkan fakta-fakta/bukti-bukti
yang ada.
(2)
Tunjukkan kontradiksi dari setiap
ketidakbenaran keterangan tersebut.
(3)
Adakan konfrontasi dan atau
rekontruksi.
2)
Dalam hal tersangka ditahan dalam
waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, tersangka harus
mulai diperiksa oleh penyidik/penyidik pembantu.
3)
Penyidik/Penyidik Pembantu sebelum
mulai memeriksa wajib memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi
oleh penasihat hukum.
4)
Penyidik/Penyidik Pembantu
menanyakan kepada tersangka apakah akan mengajukan saksi yang menguntungkan.
Bila tersangka menginginkan mengajukan saksi yang menguntungkan maka akan
dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan dan selanjutnya penyidik/penyidik
pembantu wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut.
5)
Penyidik/Penyidik Pembantu agar
memfokuskan pemeriksaan untuk mengetahui peran tersangka dalam tindak pidana
yang sedang diperiksa berkaitan dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHAP.
6)
Dalam hal tersangka diam/tidak mau
memberikan keterangan serta tidak mau menandatangani berita acara, maka
Penyidik membuat Berita Acara Penolakan.
7)
Tersangka berhak segera mendapatkan
pemeriksaan oleh penyidik/penyidik pembantu (Pasal 50 ayat (1) KUHAP).
8)
Tersangka berhak untuk diberitahukan
dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan
kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai (Pasal 51 KUHAP).
9)
Dalam pemeriksaan, tersangka berhak
memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik/penyidik pembantu (Pasal 52
KUHAP).
10) Dalam hal tersangka tidak
dapat hadir setelah dipanggil dengan panggilan yang sah karena alasan yang
patut dan wajar maka Penyidik datang ketempat kediamannya untuk melakukan
pemeriksaan (Pasal 113 KUHAP).
11) Atas permintaan tersangka atau
penasehat hukumnya tersangka berhak menerima turunan berita acara pemeriksaan
atas dirinya untuk kepentingan pembelaannya (Pasal 27 KUHAP)
12) Tersangka berhak mengajukan saksi
atau seseorang yang memiliki keahlian khusus yang dapat menguntungkan baginya
dalam pemeriksaan (Pasal 116 ayat (3) dan (4) dan Pasal 65 KUHAP).
13) Tersangka dalam memberikan
keterangan tidak boleh diperlakukan dengan melakukan tekanan dan kekerasan
dalam bentuk apapun oleh siapapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP).
d.
Pemeriksaan Surat
Memperhatikan
pasal-pasal yang diatur dalam pemeriksaan surat serta yang diatur dalam Pasal
131 dan Pasal 132, dapat dilihat pengaturan yang membedakan bentuk dan cara
pemeriksaan surat.
Secara
garis besar, ada tiga ciri bentuk surat atau tulisan. Ketiga ciri ini dengan
sendirinya menimbulkan tata cara pemeriksaan yang berbeda sesuai dengan ciri
yang terdapat pada surat atau tulisan.
1)
Bentuk Surat atau Tulisan yang
Dicurigai
a)
Berdasarkan ketentuan Pasal 47
KUHAP, Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat lain yang dikirim
melalui kantor pos dan giro, atau perusahaan komunikasi atau jasa pengangkutan
jika benda tersebut dicurigai dengan alasan kuat mempunyai hubungan dengan
perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan izin khusus dari Ketua Pengadilan
Negeri. Dalam hal Penyidik melakukan pemeriksaan surat agar dipedomani Pasal
29, Pasal 48, Pasal 130, Pasal 131 dan Pasal 132 KUHAP.
b)
Jika izin khusus telah diperoleh
penyidik, tindakan selanjutnya yang harus dilakukan :
(1)
Meminta surat atau tulisan yang
dicurigai itu kepada kepala kantor pos dan giro, atau pimpinan perusahaan
komunikasi atau jasa pengangkutan yang bersangkutan agar surat yang dicurigai
diserahkan kepada penyidik.
(2)
Atas penyerahan surat dimaksud,
penyidik memberikan “surat tanda penerimaan”
(3)
Dengan adanya penyerahan surat,
penyidik membuka dan memeriksa ataupun langsung menyita jika surat tersebut
terkait dengan tindak pidana yang sedang diperiksa.
(4)
Dalam hal surat tersebut tidak
mempunyai hubungan dengan perkara yang sedang diperiksa maka penyidik menutup
surat tersebut dengan rapi dengan membubuhkan cap yang berbunyi “telah
dibuka oleh penyidik” dan segera diserahkan kembali kepada dimana surat
diterima/disita.
(5)
Penyidik/Penyidik Pembantu wajib
merahasiakan dengan sungguh-sungguh isi surat yang dikembalikan.
(6)
Penyidik/Penyidik Pembantu wajib
membuat berita acara atas tindakan yang dilakukan.
2)
Bentuk dan Cara Pemeriksaan Surat
Palsu
a)
Apabila Penyidik Menerima Pengaduan
dari seseorang tentang adanya surat atau tulisan palsu atau dipalsukan, yang
langsung dibawa dan diserahkan pengadu kepada penyidik, maka langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut ::
(1)
Memeriksa sendiri kebenarannya,
apakah surat atau tulisan itu palsu atau dipalsukan, atau
(2)
Kalau memerlukan bantuan ahli,
penyidik dapat minta keterangan tentang kepalsuan surat atau tulisan itu dari
“seorang ahli” yang mempunyai keahlian khusus untuk itu.
b)
Apabila surat palsu atau tulisan
palsu yang diadukan itu berada pada tangan orang lain, maka penyidik melakukan
penyitaan atas surat tersebut (Pasal 129 KUHAP).
e.
Konfrontasi dan Rekontruksi
1)
Apabila dalam pemeriksaan, antara
tersangka yang satu dengan tersangka yang lain, antara tersangka dengan saksi
maupun antara saksi dengan saksi yang lain terdapat pertentangan atau
ketidakcocokan keterangan yang diberikan kepada pemeriksa, Penyidik/Penyidik
Pembantu dapat melakukan konfrontasi.
2)
Demikian pula halnya untuk perkara
tertentu, apabila dipandang perlu dalam pembuktiannya dapat dilakukan
rekontruksi.
3)
Pelaksanaan Konfrontasi dan
Rekontruksi :
a)
Cara melakukan konfrontasi:
(1)
Langsung
Tersangka/para tersangka dan atau
saksi/para saksi yang keterangannya saling tidak ada kecocokan atau tidak
terdapat persesuaian satu sama lain, dipertemukan satu sama lain dihadapan
pemeriksa guna diuji manakah diantara keterangan-keterangan tersebut yang benar
atau yang paling mendekati kebenaran.
(2)
Tidak Langsung
Tersangka/orang yang dicari dicampur
dengan beberapa orang (3 orang atau lebih) yang belum dikenal oleh saksi,
berdiri atau duduk berjajar dan masing-masing diberi nomor, ditempatkan didalam
suatu ruangan yang dapat dilihat saksi. Sedangkan saksi bersama pemeriksa
berada diluar ruangan tersebut, dapat melihat orang-orang tersebut. Manakah
yang dimaksudkan dalam keterangannya tersebut, cara ini biasa disebut dengan link
up.
(3)
Hasil konfrontasi supaya dituangkan
dalam Berita Acara Konfrontasi.
b)
Cara melakukan rekonstruksi
(1)
Penyidik membuat sekenario
rekonstruksi sesuai dengan isi Berita Acara Pemeriksaan.
(2)
Penyidik menyiapkan pemeran pelaku
yang akan melaksanakan rekonstruksi.
(3)
Rekontruksi dapat dilakukan ditempat
kejadian perkara (TKP) atau ditempat lain yang disesuaikan dengan Tempat
Kejadian Perkara (TKP).
(4)
Para pemeran pelaku melaksanakan
peragaan sesuai skenario rekonstruksi yang sudah dibuat, berdasarkan
urut-urutan kejadian dan diberi nomor, difoto dan bila memungkinkan agar dibuat
video film.
(5)
Jalannya peragaan dituangkan dalam
Berita Acara rekonstruksi.
(6)
Hasil rekontruksi
agar dianalisa terutama pada bagian-bagian yang sama dan berbeda dengan isi
Berita Acara Pemeriksaan untuk mendapatkan kebenaran.
f.
Pengambilan Sumpah/Janji Saksi/Ahli
1)
Dalam hal penyidik berkesimpulan
bahwa terhadap Saksi/Ahli perlu diambil sumpah/janjinya maka perlu dihadirkan
rohaniawan dari agama yang sama dengan Saksi/Ahli yang akan disumpah :
a)
Dalam Berita Acara pengambilan
sumpah/janji saksi/ahli, bagi yang menanda tangani Berita Acara tersebut
dicantumkan identitasnya masing-masing.
b)
Menyediakan orang yang dapat diangkat
sebagai Saksi dalam pengambilan Sumpah/Janji.
c)
Berita Acara Pemeriksaan Saksi/Ahli
yang ada, memuat pemberitahuan bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam
pemeriksaan di pengadilan.
2)
Pelaksanaan pengambilan Sumpah/Janji
sebagai berikut :
a)
Pelaksanaan pengambilan Sumpah/Janji
dilaksanakan pada prinsipnya di kantor penyidik, kecuali dalam hal-hal tertentu
dapat dilakukan ditempat lain.
b)
Dalam hal dugaan tersebut timbul
atas pemberitahuan dari saksi, maka:
(1)
Penyidik meneliti kebenarannya,
melalui surat-surat yang bersangkutan, bila ada.
(2)
Apabila pemberitahuan disampaikan
sebelum pemeriksaan saksi, berlaku ketentuan tersebut huruf a diatas.
(3)
Apabila pemberitahuan terjadi dalam
pemeriksaan Saksi, dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan pengambilan
Sumpah/Janjinya segera dilakukan.
c)
Sebelum pengambilan Sumpah/Janji
agar ditanyakan terlebih dahulu Agama saksi/ahli dan kesediaannya untuk diambil
sumpahnya.
d)
Tata cara pengambilan sumpah yang
bersifat keagamaan mengikuti ketentuan yang diberitahukan dan dilaksanakan oleh
Rohaniawan, sesuai dengan Agama dan kepercayaan Saksi/Ahli, Penyidik membacakan
naskah Sumpah Atau Janji yang harus diikuti oleh yang diambil sumpah, sebagi
berikut :
(1)
Bagi yang beragama Islam :
“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa
saya telah/akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan apabila saya tidak
memberikan keterangan yang sebenarnya, saya mendapat kutukan dari Tuhan”.
(2)
Bagi yang beragama Katholik :
“Demi Allah, Putra dan Roh Kudus,
saya bersumpah, bahwa saya sebagi Saksi/Ahli telah/akan memberikan keterangan
dengan sungguh-sungguh dan sebenarnya,jika saya berdusta, saya akan mendapatkan
hukuman dari Tuhan”.
(3)
Bagi yang beragama Protestan :
“Demi Allah, Putra dan Roh Kudus, saya bersumpah, bahwa saya sebagi Saksi/Ahli
telah/akan memberikan keterangan dengan sungguh-sungguh dan sebenarnya,jika
saya berdusta, saya akan mendaptakan hukuman dari Tuhan, Semoga Allah menolong
saya”.
(4)
Bagi yang beragama Hindu Dharma :
“Demi Sang Hyang Widi Wasa, Saya bersumpah, bahwa saya sebagai Saksi/Ahli
telah/akan memberi keterangan yang sebenarnya, apabila saya tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Tuhan”.
(5)
Bagi yang beragama Hindu :
“Demi Sang Hyang Adhi Budha, saya
berjanji, bahwa saya sebagai Saksi/Ahli telah/akan memberikan keterangan yang
sebenarnya, jika saya berdusta atau menyimpang daripada yang telah saya ucapkan
ini, maka saya bersedia menerima karma yang buruk”.
(6)
Bagi yang memeluk aliran
kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa :
“Demi Tuhan Yang Maha Esa, Saya
berjanji bahwa saya Saksi/Ahli telah/akan memberikan keterangan yang
sebenarnya, jika saya tidak memberikan keterangan yang sebenarnya semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan kutukan kepada saya”.
3)
Dalam hal keadaan yang perlu dan
mendesak karena tenaga Rohaniawan maupun Kitab Suci tidak mungkin didapat, maka
pengambilan sumpah atau janji cukup dilakukan dengan disaksikan oleh dua orang
dan hal ini dituangkan dalam Berita Acara.
4)
Dibuat Berita Acara Pengambilan
Sumpah/Janji Saksi/Ahli, ditanda tangani oleh Penyidik, yang disumpah dan para
saksi pengambilan Sumpah (Rohaniawan dan Saksi/Ahli).
g.
Evaluasi Hasil Pemeriksaan
Agar
memperoleh keterangan, petunjuk-petunjuk, bukti-bukti, fakta yang cukup, maka
hasil pemeriksaan Tersangka/Saksi/Ahli yang dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan baik secara sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan dievaluasi
guna mengembangkan dan mengarahkan pemeriksaan berikutnya ataupun untuk membuat
suatu kesimpulan dari pemeriksaan sebagai salah satu kegiatan penyidikan
yag dilakukan.
Adapun
proses dari evaluasi meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a)
Tahap Inventarisasi
Penyidik/Penyidik Pembantu
mengumpulkan keterangan-keterangan yang benar-benar mengarah kepada unsur-unsur
Pasal tindak pidana yang dipersangkakan.
b)
Tahap Seleksi
Dari keterangan yang telah dikumpulkan
tersebut kemudian diseleksi untuk mencari keterangan yang ada relevansinya
dengan peristiwa pidana yang terjadi dan mempunyai hubungan yang logis.
c)
Tahap Pengkajian
(1)
Dari keterangan yang telah diseleksi
tersebut penyidik/penyidik pembantu mengkaji, dan menguji kebenarannya dengan
bukti-bukti serta petunjuk-petunjuk yang ada, sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan apakah keterangan tersebut benar dan dapat dipercaya, dengan cara:
(a)
Menilai adanya persesuaian untuk
keterangan saksi.
(b)
Menilai adanya persesuaian
keterangan saksi dengan keterangan ahli dan bukti yang ada.
(c)
Adanya alasan yang logis dari setiap
keterangan yang diberikan.
(2)
Setelah diperoleh gambaran atau
kontruksi perkara pidananya secara bulat, maka dapat diketahui :
(a)
Bahwa benar peristiwa tindak pidana
telah terjadi.
(b)
Peranan dari masing-masing tersangka
yang terlibat.
(c)
Saksi-saksinya, baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan.
(d)
Barang/benda yang menjadi barang
bukti.
(3)
Dari hasil evaluasi tersebut,
penyidik/penyidik pembantu menyusun resume.
5.
Penutup
a.
Standar Operasional Prosedur
Pemeriksaan menjadi acuan bagi Penyidik dalam melaksanakan penyidikan tindak
pidana.
b.
Hal-hal yang belum diatur dalam
Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan ini akan ditentukan kemudian.
c.
Standar Operasional Prosedur
Pemeriksaan ini, berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala
Kepolisian Daerah Lampung.
d.
Ketentuan yang belum diatur dalam
Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan ini akan diatur lebih lanjut.
e.
Ketentuan yang bertentangan dengan
Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
0 komentar:
Posting Komentar