BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan pesat
yang terjadi dalam pembangunan di Indonesia tidak bisa dilepaskan begitu saja
dengan hubungannya akan kepastian pendaftaran tanah. Karena tanah
jelas menjadi aspek utama dan penting dalam pembangunan, dimana seluruh
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat memerlukan tanah untuk
melakukan kegiatan tersebut. Untuk tercapainya kepastian pendaftaran tanah
tersebut maka Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 (selanjutnya akan disebut sebagai PP
10/1961) yang telah berlaku sejak tahun 1961 dipandang memiliki substansi yang
sudah tidak dapat lagi memenuhi tuntutan zaman untuk memberikan kepastian atas
pendaftaran tanah tersebut.
Oleh karenanya pada tanggal
8 Juli 1997 pemerintah menetapkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya akan disebut sebagai PP
24/1997) untuk menggantikan PP 10/1961 tersebut. PP ini berlaku tiga bulan
sejak tanggal diundangkannya (Pasal 66) yang berarti secara resmi mulai berlaku
diseluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 8 Oktober 1997 dengan Peraturan
Pelaksananya adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1997 (selanjutnya akan disebut sebagai PerMen 3/1997). Sementara semua
peraturan perundang-undangan sebagai pelaksana dari PP 10/1961 yang telah ada
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan
PP 24/1997 ini ( Pasal 64 ayat (1) ).
PP 24/1997 yang
menggantikan PP 10/1961 ini merupakan peraturan pelaksana dari amanat yang
ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya akan disebut UUPA) yang
mengatur:”Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Proses dan prosedur Pendaftaran tanah
menurut PP 24/1997 inilah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari kerangka dasar berfikir
sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang,maka permasalahan yang akan
diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Proses dan Prosedur Pendaftaran Tanah
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah :
1.
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Perizinan
2.
Melatih mahasiswa agar terbiasa menyusun makalah dalam
memenuhi tugas.
3.
Agar mahasiswa dapat mengetahui tata cara pendaftaran tanah pada
Badan Pertanahan Nasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persamaan dan perbedaan substansi antara PP
24/1997 dengan PP 10/1961.
PP 24/1997 masih mempertahankan sejumlah substansi yang diatur dalam PP 10/1961 yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan dan sistem Pendaftaran tanah
2. Cara pendaftaran tanah
Peyempurnaan
yang dilakukan pada dasarnya adalah mengenai penegasan tentang hal-hal berikut
yang terdapat pada PP 24/1997:
1.
Pengertian Pendaftaran Tanah
2.
Asas-asas, tujuan serta sistem penyelenggaraan pendaftaran tanah
3.
Penegasan, penyederhanaan, serta penyingkatan tata cara pendaftaran tanah
4.
Penggunaan teknologi modern dalam pengukuran dan pemetaan
5.
Pembukuan bidang tanah yang data fisik atau data yuridisnya masih disengketakan
6.
Adanya kekuatan pembuktian lewat sertifikat
7.
Peran dan tanggung jawab Pejabat Pembuat akta Tanah (PPAT)
B. Pengertian pendaftaran tanah
Pendaftaran tanah
adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik terhadap hak atas
tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru,
kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu kejelasan status terhadap tanah.
Dalam pasal 1 angka 1
PP No.24 tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Yang dimaksud
rangkaian kegiatan pendaftaran tanah adalah pendaftaran dalam bidang data fisik
yakni mengenai tanahnya itu sendiri seperti lokasinya, batas-batasnya, luas
bangunan atau benda lain yang ada diatasnya. Berikutnya adalah data yuridis
mengenai haknya yakni haknya apa, siapa pemegang haknya, ada atau tidak adanya
hak pihak lain. Sementara terus-menerus artinya Setiap ada pengurangan,
perubahan, atau penambahan maka harus dilakukan pendaftaran ulang, yang akan
membuat sertifikat tersebut mengalami perubahan, misalnya perubahan tipe rumah.
C. Landasan HukumPendaftaran Tanah
Dengan keluarnya
Undang-Undang Pokok Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah dihapuskan, dalam
memori penjelasan dari UUPA dinyatakan bahwa untuk pendaftaran tanah
sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA, yang ditujukan kepada pemerintah agar
melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan
untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat Recht Kadaster, untuk menuju
kearah pemberian kepastian hak atas tanah telah diatur di dalam Pasal 19 UUPA
yang menyebutkan :
(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal
ini meliputi :
a.
Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b.
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c.
Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
(3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan
negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4). Dalam Peraturan Pemerintah diatas biaya-biaya yang
bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan
bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Kalau
di atas ditujukan kepada pemerintah, sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal
23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak, agar
menjadikan kepastian hukum bagi mereka dalam arti untuk kepentingan hukum bagi
mereka sendiri, di dalam Pasal tersebut dijelaskan :
Pasal
23 UUPA :
Ayat
1 : Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam Pasal 19 UUPA.
Ayat
2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal
32 UUPA :
Ayat
1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam :
Pasal
19 UUPA
Ayat
2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu
hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal
38 UUPA :
Ayat
1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga
setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA.
Ayat
2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan tersebut, kecuali
dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhirnya.
Dari ketentuan
pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh
pemegang hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat
pembuktian yang kuat serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya
hak-hak tersebut.
D. Obyek pendaftaran tanah
Obyek pendaftaran
tanah diatur dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) PP 24/1997 sebagai berikut:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai
b. Tanah hak pengelolaan
c. Tanah wakaf
d. Hak milik atas satuan
rumah susun
e. Hak tanggungan
f. Tanah Negara
E. Asas-asas pendaftaran tanah
Asas yang dianut untuk
Pendaftaran tanah diatur berdasarkan Pasal 2 PP 24/1997 yakni sebagai berikut:
1. Sederhana
Maksudnya adalah
substansinya mudah dibaca atau dipahami oleh semua lapisan warga negara
Indonesia dan juga prosedurnya tidak perlu melewati birokrasi yang
berbelit-belit hanya perlu melewati seksi pendaftaran tanah saja.
2.Aman
Keamanan disini
berarti akan memberikan rasa aman bagi pemegang sertifikat apabila mereka telah
melakukan prosedur pendaftaran tanah dengan teliti dan cermat.
3.Terjangkau
Berkaitan dengan
kemampuan finansial seseorang untuk membayar biaya, khususnya harus
memperhatikan agar tidak memberatkan pihak-pihak yang ekonominya lemah. Intinya
agar jangan sampai pihak ekonomi lemah tidak melakukan pendaftaran tanah hanya
karena masalah tidak mampu membayar.
4. Mutakhir
Setiap data yang
berkaitan dengan pendaftaran tanah haruslah data yang terbaru, yang menunjukan
keadaan riil pada saat yang sekarang. Setiap ada perubahan fisik atau
benda-benda diatasnya atau hal yuridis atas tanah harus ada datanya (selalu ada
pembaharuan data).
5. Terbuka
Dokumen-dokumen atau
data-data baik fisik atau yuridis bersifat terbuka dan boleh diketahui oleh
masyarakat. Asas ini bertujuan agar bila ada hal-hal yang menyimpang atau
disembunyikan dapat diketahui.
F. Tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah
Usaha yang menuju
kearah kepastian hukum atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari
pasal-pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA
disebutkan untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA
mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik
Indonesia yang bersifat ‘Rech Kadaster” artinya yang bertujuan menjamin
kepastian hukum, dengan di selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak
yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah
tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya
dan beban-beban apa yang melekat di atas tanah tersebut.
Menurut para ahli
disebutkan tujuan pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping
untuk pengelakkan suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu
perpajakan. (A.P. Parlindungan; 1990 : 6).
a. Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu
pendaftaran, maka hak seseorang itu menjadi jelas misalnya apakah hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak- hak lainnya.
b. Pengelakkan suatu sengketa perbatasan
Apabila sebidang tanah
yang dipunyai oleh seseorang sudah didaftar, maka dapat dihindari terjadinya
sengketa tentang perbatasannya, karena dengan didaftarnya tanah tersebut, maka
telah diketaui berapa luasnya serta batas – batasnya.
c. Penetapan suatu perpajakan
Dengan diketahuinya
berapa luas sebidang tanah, maka berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan
besar pajak yang harus dibayar oleh seseorang. Dalam lingkup yang lebih luas
dapat dikatakan pendaftaran itu selain memberi informasi mengenai suatu bidang
tanah, baik penggunaannya, pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa
tanah itu sebaiknya dipergunakan, demikian pula informasi mengenai kemampuan
apa yang terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi mengenai
bangunannya sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan.
Untuk memenuhi
berbagai kebutuhan seperti tersebut di atas, maka untuk itu UUPA melalui
pasal-pasal pendaftaran tanah menyatakan bahwa pendaftaran itu diwajibkan bagi
pemegang hak yang bersangkutan
Dalam ketentuan Pasal 3 PP 24/1997 dinyatakan
dengan tegas bahwa pendaftaran tanah mempunyai tiga tujuan, yaitu:
1. Memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah
susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Kepastian hukum ini
diberikan dalam bentuk sertifikat kepada pemegang hak tersebut, dimana
sertifikat ini bukan sekedar fasilitas, melainkan merupakan hak bagi pemegang
hak atas tanah yang dijamin oleh undang-undang. Hal ini merupakan
pengejawantahan langsung dan tujuan utama dari ketentuan Pasal 19 UUPA.
1.
Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
2.
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
o
pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
o
pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanah
tersebut.
o
pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
3.
Pendaftaran tanah di selenggarakan dengan mengingat keadaan
negara dan masyarakat. Keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
panyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
4.
Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan
dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa
rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
2. Menyediakan informasi
kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan
mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum
mengenai bidang-bdang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
Hal ini khususnya berguna bagi calon pembeli yang perlu
mengetahui data yang tersimpan mengenai obyek yang akan mereka beli sehingga
terjadi transparansi.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan.
Didalam kenyataannya
tingkatan-tingkatan dari pendaftaran tanah tersebut terdiri dari :
a. Pengukuran Desa
demi Desa sebagai suatu himpunan yang terkecil.
b. Dari peta Desa demi
Desa itu akan memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun
tanah-tanah yang masih dikuasai oleh negara.
c. Dari
peta-peta tersebut akan dapat juga diketahui nomor pendaftaran, nomor buku
tanah, nomor surat ukur, nomor pajak, tanda batas dan juga bangunan yang ada di
dalamnya.
G. Sistem pendaftaran tanah
Kegiatan Pendaftaran
Tanah di Indonesia sejak penjajahan Belanda telah ada khususnya untuk mengelola
hak-hak barat dan pada zaman awal kemerdekaan pendaftaran tanah di Indonesia
berada di Departemen Kehakiman yang bertujuan untuk menyempurnakan kedudukan
dan kepastian hak atas tanah yang meliputi :
1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan semua tanah dalam wilayah Republik Indonesia
2. Pembukuan hak atas tanah serta pencatatan pemindahan hak atas tanah tersebut.
1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan semua tanah dalam wilayah Republik Indonesia
2. Pembukuan hak atas tanah serta pencatatan pemindahan hak atas tanah tersebut.
Melihat bentuk
kegiatan pendaftaran tanah seperti diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa
sistem pendaftran tanah pada saat itu adalah sistem pendaftaran akte
(regristration of deeds) dimana Jawatan Pendaftaran Tanah pada saat itu hanya
bertugas dan berkewenangan membukukan hak-hak tanah dan mencatat akte peralihan
/ pemindahan hak, tidak menerbitkan surat tanda bukti hak yang berupa
sertifikat tanah. Alat bukti kepemilikan tanah pada saat itu berupa akte (akte
eigendom dll).
Dengan lahirnya UUPA
pada tanggal 24 september 1960 maka sistem pendaftaran tanah berubah menjadi
sistem pendaftaran hak (registration of title) dimana hal tersebut ditetapkan
dalam Pasal 19 UUPA yang antara lain berbunyi:
1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2) Pendaftaran tanah meliputi:
a. Pengukuran, pemetaan
dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran hak-hak
atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat
tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Perbedaan kewenangan
dalam sistem pendaftaran tanah seperti diuraikan di atas jelas tertuang dalam
ketentuan angka 2 b dan c dimana pendaftaran tanah melakukan pendaftaran hak
termasuk peralihan dan pembebanannya serta pemberian surat-surat tanda bukti
termasuk sertifikat tanah sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam sistem ini
setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan
perubahan kemudian juga harus dibuktikan dengan suatu akta (pendaftaran
terus-menerus). Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan akta
tersebut yang didaftar melainkan haknya tersebutlah yang didaftarkan, sementara
akta hanya merupakan bukti dan sumber datanya. Selain itu juga terdapat buku
tanah sebagai dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis yang dihimpun dan
disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang
didaftar.
H. Sistem publikasi pendaftaran tanah
Pada garis besarnya
dikenal dua sistem publikasi yaitu sistem publikasi positif dan sistem
publikasi negatif. Sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem
pendaftaran hak, maka harus ada buku tanah sebagai bentuk penyimpanan dan
penyajian data yuridis, selain itu juga ada sertififkat hak sebagai surat tanda
bukti hak.
Sistem publikasi
negatif bukan pendaftarannya yang diperhatikan, tetapi sahnya perbuatan hukum
yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli, dimana
pendaftaran tidak membuat orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak
berhak menjadi pemegang haknya yang baru.
Sistem publikasi yang
digunakan dalam PP 24/1997 adalah sistem publikasi negatif yang mengandung
unsur positif. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan PP 24/ 1997 Pasal 32 ayat
(1) dan Penjelasannya. Dalam Pasal 32 ayat (1) disebutkan mengenai sertifikat
sebagai alat pembuktian yang kuat yang berarti merupakan sistem publikasi
positif karena melihat pada pendaftaran sebagai bukti hak.
Sementara dalam
Penjelasan Pasal 32 disebutkan sertifikat tersebut sebagai tanda bukti yang
kuat dalam arti bila tidak dapat dibuktikan sebaliknya, sehingga hak dari
sertifikat tersebut menjadi tidak mutlak, bila dapat dibuktikan bahwa
sertifikat tersebut didapatkan dengan melakukan perbuatan hukum yang tidak sah
dalam jangka waktu 5 tahun. Disinilah unsur sistem publikasi negatif tersebut
ada.
BAB III
PEMBAHASAN
PENYELENGGARA DAN PELAKSANA PENDAFTARAN TANAH
Ada 4 organ yang berperan dalam urusan sebagai
penyelenggara dan pelaksana pendaftaran tanah ini yakni sebagai berikut:
1. Badan Pertanahan Nasional
Sesuai
ketentuan Pasal 19 UUPA dan Pasal 5 PP 24/1997 yakni bertindak sebagai penyelenggara
pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut
2. Kepala Kantor Pertanahan
Sesuai
ketentuan Pasal 6 PP 24/1997 Dalam hal ini bertindak sebagai pelaksana
Pendaftaran Tanah kecuali mengenai kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan
kepada pejabat lain, yaitu kegiatan-kegiatan yang pemanfaatannya bersifat
nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan.
3. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pengertian
PPAT diatur dalam ketentuan Pasal 1 Angka 24 PP 24/1997. Kegiatan PPAT adalah
membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan kegiatan dibidang
pendaftaran tanah, khususnya dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran
4. Panitia Ajudikasi
Tugas
dari Panitia Ajudikasi adalah melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik
untuk membantu tugas Kepala Kantor Pertanahan seperti diatur dalam Pasal 8 PP
24/1997. Pengertian dari Ajudikasi ini sendiri diatur dalam Pasal 1 Angka 8 PP
24/1997.
PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran
tanah.
1. Kegiatan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama
Kali
Dalam pasal 13 PP 24/1997 ditentukan :
(1) Pendafataran tanah
untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadic.
(2) Pendaftaran tanah
secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah
yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.
(3) Dalam suatu
desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara
sistematik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2), pendaftaranya dilaksanakan
melalui pendaftaran tanah secara sporadic.
(4) Pendaftaran tanah
secara sporadic dilaksanakan atas permintaaan pihak yang berkepentingan.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang
belum didaftar. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah :
a. pengumpulan dan
pengolahan data fisik, yang meliputi pengukuran dan pemetaaan; pembuatan peta
dasar pendaftaran; penetapan batas bidang-bidang tanah; pengukuran dan pemetaan
bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran; pembuatan daftar tanah, dan
pembuatan surat ukur.
b. pembuktian hak dan
pembukuannya, yang meliputi pembuktian hak baru; pembuktian hak lama; pembukuan
hak.
c. penerbitan sertifikat
d. penyajian data fisik
dan yuridis
e. penyimpanan daftar
umum dan dokumen
2. Kegiatan Pemeliharaan Data Pendaftaran
Tanah
Dalam pasal 36 PP 24/2007 ditentukan bahwa:
(1) Pemeliharaan data
pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik
atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar
(2) Pemegang hak yang
bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Kantor Pertanahan
Kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah ini dilakukan terhadap tanah-tanah yang
sebelumnya sudah terdaftar. Pendaftaran ini harus dilakukan ketika pihak yang
memiliki tanah tesebut ingin memindahkan haknya melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan
hak melalui lelang yang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh PPAT. Kegiatan pemeliharaan data pendafataran tanah meliputi :
a.
Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
b.
Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya
Dalam penjelasan UUPA
dikatakan bahwa pendaftaran tanah akan diselenggarakan secara sederhana dan
mudah dimengerti serta dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan. Ketentuan ini
perlu mendapat perhatian Pemerintah untuk melaksanakan pembenahan dan perbaikan
di bidang pendaftaran tanah terutama hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan
tanah-tanah adat dimana pendaftaran tanah masih menggunakan alat bukti
pembayaran pajak masa lalu seperti girik dan petuk sebagai alas hak sedangkan
administrasi girik dan petuk tersebut secara prinsip sudah tidak ada.
Dalam penjelasan UUPA
angka IV dikatakan bahwa usaha yang menuju ke arah kepastian hak atas tanah
ternyata dari ketentuan pasal-pasal yang mengatur pendaftaran tanah yaitu:
Pasal 23, 32 dan 38 yang ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan
dengan maksud agar mereka memperoleh kepatian tentang haknya.
Pasal 23 (32 HGU dan 38 HGB ) berbunyi :
1. Hak milik demikian pula
setiap peralihannya, hapusnya dan pembebanannya dengan Hak lain harus
didaftarkan sesuai pasal 19 UUPA
2. Pendafataran dimaksud
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta syahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 19 UUPA
ditujukan kepada Pemerintah agar di seluruh wilayah Indonesia diadakan
Pendaftaran Tanah yang bersifat rechts kadaster, artinya yang bertujuan
menjamin kepastian hukum. Di dalam penjelasan UUPA disebutkan pula bahwa
pendaftaran tanah didahulukan penyelenggaraannya di kota-kota untuk lambat laun
meningkat pada kadaster yang meliputi seluruh wilayah Negara (Indonesia)
tentunya yang dimaksud dalam Undang-Undang ini termasuk daerah hutan maupun
laut (marine kadaster.)
A.
Tahap Proses Permohonan
Tata cara permohonan dan pemberian hak atas
tanah berlangsung dalam tahap sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan
permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan hak yang dimohon
memberikan hak yang dimohon, melalui Kantor Sub Direktorat Agraria setempat.
Formulir surat permohonan telah disediakan oleh Kantor Sub Direktorat Agraria.
(kantor agraria tingkat Kabupaten/Kotamadya).
2. Kantor Sub Direktorat
Agraria memeriksa dan minta dipersiapkan surat-surat yang diperlukan, antara
lain:
a.
surat keterangan pendaftaran tanah
b.
gambar situasi/surat ukur
c.
fatwa tata-guna tanah
d.
risalah pemeriksaan tanah oleh panitia ”A”
3. Berkas permohonan yang
lengkap oleh Kantor Sub Direktorat Agraria dikirim kepada Gubernur/Kepala
Daerah setempat melalui Kantor Agraria Provinsi setempat.
4. Kalau wewenang
pemberian hak yang dimohon ada di tangan Gubernur/Kepala Daerah, maka Kepala
Direktorat Agraria atas nama Gubenur mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak
(SKPH).
Jika wewenang dimaksud ada di tangan Menteri Dalam Negeri, maka
berkas permohonan yang lengkap disertai pertimbangan setuju atau tidak oleh
Kepala Direktorat Agraria dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Direktur Jenderal Agraria. Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam
Negeri kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak.
5. Surat Keputusan
Pemberian Hak Diserahkan kepada pemohon.
6. Pemohon memenuhi
semua persyaratan yang dicantumkan dalam Surat Keputusan Pemberian Hak.
7. Hak atas tanah itu
didaftarkan oleh pemohon di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat.
8. Kantor Sub Direktorat
Agraria mengeluarkan sertifikat hak atas tanah dan menyerahkannya kepada
pemegang hak
B.
Permasalahan Pendaftaran Tanah
Sesuai ketentuan pasal
19 UUPA untuk kepastian hak dan menjamin kepastian hukum hak atas tanah
pelayanan pendaftaran tanah di lapangan tidak dapat dipisahkan atau digabung
dengan kegiatan lain pengukuran kadastral yaitu kegiatan pengukuran perpetaan
dan pembukuan tanah dengan kegiatan pendaftaran hak serta pemberian surat-surat
tanda bukti hak merupakan paket kegiatan yang ditentukan oleh Undang-Undang
yaitu pasal 19 UUPA.
1. Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah.
Ketentuan dalam
Perpres mengenai organisasi BPN merupakan suatu kemajuan dengan dibentuknya
suatu Deputi baru mengenai Survei, Pengukuran dan Pemetaan. Kegiatan kedeputian
ini khususnya untuk menunjang kegiatan BPN terutama kegiatan untuk penyediaan
peta dasar maupun peta-peta tematik serta jaringan titik dasar teknik dalam
rangka pelayanan pertanahan di BPN atau instansi lain yang memerlukan.
Deputi Bidang Survei,
Pengukuran dan Pemetaan pada prinsipnya tidak melakukan pengukuran kadastral
karena kewenangan tersebut merupakan kewenangan Deputi yang membidangi
Pendafataran Tanah. Kegiatan pengukuran kadastral adalah pengukuran yang
berkaitan dengan hak atas tanah khususnya untuk kegiatan pengukuran bidang
tanah yang kemudian dipetakan pada peta pendaftaran dan dibukukan pada daftar
tanah.
Dari uraian di atas
untuk percepatan penyusunan data penguasaan tanah dalam rangka menunjang
percepatan pensertifikatan tanah seharusnya pemerintah memprioritaskan kegiatan
Deputi Survei, Pengukuran dan Pemetaan untuk membuat peta dasar skala besar dan
peta bidang-bidang tanah maupun peta tematik lainnya secara digital.
Peta dasar dan peta
bidang-bidang tanah yang dibuat oleh BPN seharusnya nilai pembuatannya akan
lebih murah karena peta-peta tersebut dapat pula dimanfaatkan oleh instansi
lain seperti Kantor PBB, Dinas Tata Kota, Perusahaan Gas, Air Minum, PLN,
Kependudukan dan Kantor Pos untuk menunjang kode pos. Saat ini peta dasar
dengan skala besar dan peta-peta bidang tanah digital sangat diperlukan dalam
rangka kegiatan pengemudi untuk mencari alamat yang dituju dengan menggunakan
GPS.
Penerbitan Peta
Digital tersebut sangat diperlukan dalam rangka mengembangkan sistem
geografis dan sistem informasi di bidang pertanahan untuk terciptanya Sistem
Pertanahan Nasional (Simtanas) yang berbasis bidang tanah.
Kegiatan Perpetaan dan
pembukuan tanah yang merupakan kegiatan lanjutan dari pengukuran bidang tanah
sangat diperlukan dalam rangka terciptanya kepastian hak dan tertib
administrasi pertanahan. Bidang-bidang tanah yang telah diukur mengenai letak
dan batas-batasnya dipetakan / dimasukkan ke dalam peta pendaftaran / kegiatan
perpetaan dan bidang-bidang tanah tersebut dibukukan dalam suatu daftar yang
disebut daftar tanah. Bidang-bidang tanah di dalam daftar tanah disusun berdasarkan
nomor urut yaitu nomor identitas bidang atau NIB yang merupakan nomor identitas
tunggal dari suatu bidang tanah (single identity number). Dalam daftar tanah
dicantumkan pula mengenai siapa yang menguasai atau pemilik tanahnya serta asal
/ status tanah tersebut seperti tanah adat, tanah negara atau tanah yang telah
memiliki sesuatu hak atas tanah termasuk data mengenai P4T (Penguasaan
Pemilikan Pengunaan dan Pemanfaatan Tanah). Apabila data peta pendaftaran dan
daftar tanah ini telah lengkap maka diharapkan pelayanan pertanahan dapat
dilakukan lebih cepat dan lebih terjamin kepastian haknya serta tidak
dibutuhkan lagi surat keterangan lurah atau kepala desa mengenai girik, petuk
dan lain-lain yang sebenanrnya adalah bukti pembayaran pajak yang saat ini kegiatan
pengadministrasian girik dan petuk secara prinsip sudah tidak dilakukan.
Kegiatan pengukuran
perpetaan dan pembukuan tanah yang disebut pula dengan kegiatan fisik
kadaster merupakan kegiatan untuk mendapatkan data awal yang sangat diperlukan untuk
pelayanan di bidang pertanahan seperti yang telah diuraikan di atas.
2. Pendaftaran Hak dan Penerbitan Surat Tanda
Bukti Hak
Dengan terbitnya
ketentuan pasal 19 UUPA maka sistem pendafataran tanah di Indonesia berubah
dari sitem pendafataran akte menjadi sistem pendafataran hak untuk itu
diterbitkanlah peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Sistem pendaftaran tanah setelah UUPA mewajibkan Departemen Agraria waktu itu
untuk menerbitkan buku tanah sesuai dengan sistem Torens (Australia) yang
dianut sistem pendafataran tanah Indonesia. Buku tanah adalah tempat
dilakukannya pendaftaran hak atas tanah, peralihan hak dan pembebanan hak
maupun lahirnya hak atau hapusnya hak atas tanah yang sebelumnya kegiatan
pendaftaran tanah tidak pernah melakukan hal tersebut.
Sebagai tuntutan
sistem pendaftaran hak sesuai UUPA dimana buku tanah tempat mendaftarakan hak
yang dialihkan atau dibebankan berdasarkan akte PPAT, maka akte yang
dibuat para PPAT haruslah dipastikan kebenaran formalnya sehingga Departemen
Agraria/BPN perlu untuk menerbitkan blangko akte yang dapat dikontrol
kebenarannya dengan kode dan nomor tertentu untuk menjamin kebenaran formal
akte tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap obyek
pendaftaran tanah harus didaftarkan kepada pejabat yang berwenang melalui
proses yang telah di tetapkan dengan merujuk pada asas-asas pendaftaran tanah.
Dimana pendaftaran
tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadic. Pendaftaran tanah secara
sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan
secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan. Pendaftaran tanah
secara sistematik ini didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan mentri.
Dalam hal suatu
wilayah belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik,
maka pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadic.
Pendaftaran secara sporadic adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali mengenai satu atau beberapa objek pendafataran tanah dalam suatu wilayah
secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadic ini tentunya
dilakukuan atas permintaan pihak yang berkepentingan, tanpa adanya suatu
penetapan terlebih dahulu dari menteri atas tanah tersebut dan dihadapan
pejabat yang berwenang, sehingga memberikan suatu kejelasan status terhadap
tanah dan memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah.
Kegiatan BPN khususnya
pendaftaran tanah perlu mendapat prioritas dalam pembuatan peta dasar atau peta
tematik terutama peta bidang tanah secara digital. Sistem informasi pertanahan
yang ditunjang dengan kegiatan komputerisasi pertanahan (LOC/Land Office
Computeritation) perlu diteruskan dan dikembangkan sehingga dapat tercipta
suatu sistem pertanahan yang berbasis bidang tanah dengan memiliki nomor
identitas tunggal atau nomor identitas bidang. Suatu hal yang paling penting
dilakukan adalah kegiatan fisik kadaster yaitu suatu kegiatan pembuatan peta
pendaftaran yang dilengkapi data penguasaan dan pemilikan tanah dalam bentuk
daftar tanah yang kegiatannya dimulai dari perkotaan hingga pedesaan untuk
mendapatkan data-data spasial yang dilengkapi dengan data P4T.
B. Saran
Seyogyanya strategi
pembangunan hukum agraria nasional dapat menampung aspirasi masyarakat hukum
adat. Antara lain :
1) Perlu penyuluhan hukum
yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional secara
mandiri sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat tanah hak
milik, sehingga perlu dilakukan pendaftaran tanah.
2) Dengan berlakunya PP
No.24 Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah di Indonesia bukan diutamakan
didaerah perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di desa terutama desa
tingkat ekonomi lemah, apalagi masyarakat di pedesaan kurang begitu mengerti
bagaimana pendaftaran tanah dan pentingnya pendaftaran tanah.
DAFTAR PUSTAKA
-
A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 1990.
-
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
-
Undang-Undang Pokok Agraria
0 komentar:
Posting Komentar