Banyak pengertian dari istilah “anak luar nikah” dalam
aturan hukum yang berlaku. Beberapa aturan hukum yang menguraikan tentang
istilah “anak luar nikah” adalah sebagai berikut :
1. Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Undang-Undang ini tidak secara tegas
memberikan pengertian tentang istilah “anak luar nikah” tetapi hanya
menjelaskan pengertian anak sah dan kedudukan anak luar nikah. Hal ini
sebagaimana bunyi Pasal 42 – 43 yang pada pokoknya menyatakan :
“Anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat pernikahan yang sah. Anak yang dilahirkan
di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya”
Dilihat dari bunyi pasal tersebut di
atas kiranya dapat ditarik pengertian bahwa anak luar nikah adalah anak yang
dilahirkan diluar pernikahan dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan
ibunya saja.
2. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Anak luar nikah merupakan anak yang
dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan diluar
pernikahan yang sah. Predikat sebagai anak luar nikah tentunya akan melekat
pada anak yang dilahirkan diluar pernikahan tersebut. Menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pengertian anak luar nikah dibagi menjadi dua macam
yaitu sebagai berikut:
a. Anak luar nikah dalam arti luas adalah anak luar
pernikahan karena perzinahan dan sumbang.
Anak Zina adalah Anak-anak yang
dilahirkan dari hubungan luar nikah, antara laki-laki dan perempuan dimana
salah satunya atau kedua-duanya terikat pernikahan dengan orang lain sementara
Anak Sumbang adalah Anak yang dilahirkan dari hubungan antara laki-laki dan
seorang perempuan yang antara keduanya berdasarkan ketentuan undang-undang ada larangan
untuk saling menikahi.
Sebagaimana kita ketahui, Pasal 8
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan melarang Perkawinan antara
dua orang yang:
a. berhubungan
darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
b. berhubungan
darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang
dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan
semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan
susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman
susuan;
e. berhubungan
saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal
seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. mempunyai
hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang nikah.
b.Anak luar nikah dalam arti sempit adalah anak yang
dilahirkan diluar pernikahan yang sah.
Anak zina dan anak sumbang tidak
bisa memiliki hubungan dengan ayah dan ibunya. Bila anak itu terpaksa disahkan
pun tidak ada akibat hukum nya (Pasal 288 KUHPerdata). Kedudukan anak itu
menyedihkan. Namun pada prakteknya dijumpai hal-hal yang meringankan, karena
biasanya hakikat zina dan sumbang itu hanya diketahui oleh pelaku zina itu
sendiri.
Status sebagai anak yang dilahirkan
diluar pernikahan merupakan suatu masalah bagi anak luar nikah tersebut, karena
mereka tidak bisa mendapatkan hak-hak dan kedudukan sebagai anak pada umumnya
seperti anak sah karena secara hukumnya mereka hanya memiliki hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya. Anak luar nikah tidak akan memperoleh hak
yang menjadi kewajiban ayahnya, karena ketidak absahan pada anak luar nikah
tersebut. Konsekwensinya adalah laki-laki yang sebenarnya menjadi ayah tidak
memiliki kewajiban memberikan hak anak tidak sah. Sebaliknya anak itupun tidak
bisa menuntut ayahnya untuk memenuhi kewajibanya yang dipandang menjadi hak
anak bila statusnya sebagai anak tidak sah. Hak anak dari kewajiban ayahnya
yang merupakan hubungan keperdataan itu, biasanya bersifat material.
Anak luar nikah dapat memperoleh
hubungan perdata dengan bapaknya, yaitu dengan cara memberi pengakuan terhadap
anak luar nikah. Pasal 280 – Pasal 281 KUHPerdata menegaskan bahwasanya dengan
pengakuan terhadap anak di luar nikah, terlahirlah hubungan perdata antara anak
itu dan bapak atau ibunya. Pengakuan terhadap anak di luar nikah dapat
dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran
atau pada waktu pelaksanaan pernikahan. Pengakuan demikian dapat juga dilakukan
dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Catatan Sipil, dan didaftarkan dalam
daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan
pada margin akta kelahirannya, bila akta itu ada. Bila pengakuan anak itu
dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak
minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta kelahirannya. Bagaimanapun
kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta kelahiran itu tidak boleh
dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui
itu.
Adapun prosedur pengakuan anak
diluar nikah, diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan yang menegaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat
Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
2. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak
yang lahir di luar hubungan pernikahan yang sah.
3. Berdasarkan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat
pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak.
Adapun syarat-syarat dokumen yang
dibutuhkan dalam Akta Pengakuan Anak, umumnya Kantor Catatan Sipil membutuhkan
dokumen-dokumen sebagai berikut :
- Surat
pernyataan pengakuan si Ayah yang diketahui oleh Ibunya si anak.
- KTP dan Kartu
Keluarga si Ayah dan si Ibu.
- KTP dan Kartu
Keluarga para saksi (minimal 2 orang dari masing-masing keluarga si Ayah dan si
Ibu).
- Akta kelahiran
si Anak luar Nikah dan Akta kelahiran si Ayah dan si Ibu.
Dalam hal permohonan Akta pengakuan
Anak Luar Nikah dilakukan melebihi 30 hari setelah tanggal pengakuan si Ayah
terhadap anak, maka Catatan Sipil dapat meminta terlebih dahulu adanya
penetapan Pengadilan Negeri.
0 komentar:
Posting Komentar